Pendahuluan Perkembangan Islam juga tercerminkan dalam perkembangan dialog antar-agama baru-baru ini. Dialog-dialog ini berawal dengan pernyataan bahwa tiga agama monoteisme (Islam, Yahudi, xxx Xxxxxxx) memiliki pijakan awal yang xxxx xxx dapat bertemu pada satu titik yang sama. Dialog-dialog seperti ini telah sangat berhasil xxx membuahkan kedekatan hubungan yang penting, khususnya antara umat Xxxxxxx xxx Muslim. Dalam Al Qur’an, Allah memberitahukan kepada kita bahwa kaum Muslim mengajak kaum Ahli Kitab (Xxxxxxx xxx Yahudi) untuk bersatu pada satu pijakan yang disepakati bersama: اًئيْ ش هِ بِ ك رِ ش ُن لاَ و َللَّ ا لاَّ ِإ َدُبعْ َن لاَّ َأ مْ كُ َنيْ َبو اَنَنيْ َب ءٍ اوَ س ةٍ مَ لِ ك ىَلإِ اوْ َلاَعَت ب اَتكِ لْ ا لَ هْ َأاَي لْ ُق .نومُ لِ سم اَّنَأِب اوُدهَ شا اوُلوُقَف اوْ َّلوَ َت نْ ِإَف ِللا نوُد نْ م اًباَبرْ َأ اض عْ َب اَنض عْ َب َذخِ َّتَي لاَ و Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dankamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah xxx tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu xxx xxx tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: «Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah). (QS. Ali ‘Imran: 64) Kebangkitan Islam yang sedang dialami dunia saat ini, serta peran Turki di era baru merupakan tanda-tanda penting bahwa xxxx xxxx dikabarkan dalam al-Qur’an xxx dalam hadis Nabi kita sangatlah dekat. Besar harapan kita bahwa Allah akan memperkenankan kita menyaksikan xxxx xxxx penuh berkah ini. Akan tetapi dibalik perkembangan Islam yang demikian pesat tersebut terdapat masalah amaliah baru yang harus dicari kebenaran perbuatan atau amaliah tersebut dengan cara ijtihad, karena perkembangan Islam yang demikian pesat tersebut telah membawa perkembangan pemikiran tanpa didasari oleh dalil xxxx xxx. Contoh xxxxxxx yang banyak terjadi di saat ini adalah banyaknya xxxxxx xxxx menikah tanpa adanya wali, padahal walinya tersebut ada atau maujud. Hal itu dikarenakan xxxxxx xxxxx sekarang hanya menuruti hawa nafsunya saja, sehingga tidak mempedulikan yang namanya wali. Xxx xxx itu xxxxx menjadi polemik yang hangat untuk dibicarakan. Maka dari itu artikel ini mencoba untuk mengungkap seputar pernikahan yang dilakukan tanpa wali dengan didasari studi mar’ah rasayidah yang mampu menikahkan dirinya sendiri, hukum pernikahan tersebut xxx xxx-xxx xxxx berkaitan dengan pernikahan tanpa wali tersebut, xxxx xxxx ambil dari berbagai literature kitab fiqih berbagai mazhab untuk menunjang pengetahuan pembaca tentang pandangan berbagai mazhab mengenai pernikahan tersebut. Konsep Nikah Secara bahasa nikah dapat diartikan dengan arti berkumpul, atau al- jam’u.1 Menurut versi lain dapat berarti akad, wathi (masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan).2 Sedangkan menurut syara’ (istilah) ialah suatu akad atas manfaat alat kelamin dengan syarat xxx rukun tertentu. Sedangkan xxxx xxxx nikah menurut Xxxxxx Xxxxxxxx adalah akad yang menyimpan kebolehan wathi dengan lafadh nikah atau tazwij atau terjemahannya.3 Kata-kata menyimpan mengandung arti istilzam bukan sesuatu yang cocok dengan lafadhnya. Arti sebenarnya yaitu milik untuk diambil manfaat bukan memiliki manfaatnya. Sedangkan kata-kata dengan lafadh nikah atau tazwij memberi arti yaitu harus memakai lafadh nikah atau tazwij atau terjemahan dari keduanya ke bahasa manapun, selain kedua lafadh tersebut atau terjemahan dari keduanya maka akad nikah tersebut tidak sah. Xxx juga mengecualikan dari penjualan xxxxx xxxxxx untuk diambil manfaat alat kelaminnya.4 Hal ini sesuai dengan xxxxxx Allah SWT dalam al Qur’an yaitu: نْ َأ امَ هِ يْ َلع حاَنج لاَ َف اهَ َقَّلط نْ ِإَف ُهرَ يْ غ اجً وْ ز حَ كِ نْ َت ىَّتح ُدعْ َب نْ م ُهَل لُّ حِ َت لاَ َف اهَ َقَّلط نْ ِإَف .نومُ َلعْ َي مٍ وْ َقلِ اهَ ُنِّيَبُي ِللا ُدوُدح كلْ تِ و ِللا َدوُدح اميقِ ُي نْ َأ اَّنظ نْ إِ اَعجارَ َتَي “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama xxx isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (Q.S. al- Baqarah: 230). لايبِ س ءَ اس وَ اًتقْ مَ وَ ًةش حِ اَف نَ اك ُهَّنإِ ف َلس دْ َق ام لاَّ إِ ءِ اس ّنِ لا نَ م مْ كُ ؤُ اَباء حَ كَ َن ام اوح كِ نْ َت لاَ و Xxx janganlah kamu kawini xxxxxx-xxxxxx xxxx telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada xxxx xxxx telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat xxxx xxx dibenci Allah xxx seburuk-buruk jalan
Joint Occupational Health and Safety Committee The Employer and the Union recognize the role of the joint Occupational Health and Safety Committee in promoting a safe and healthful workplace. The parties agree that a Joint Occupational Health and Safety Committee shall be established for each Employer covered by this Collective Agreement. The Committee shall govern itself in accordance with the provisions of the Industrial Health and Safety Regulations made pursuant to the Workers’ Compensation Act. The Committee shall be as between the Employer and the Union, with equal representation, and with each party appointing its own representatives. Representatives of the Union shall be chosen by the Union membership or appointed by the Union. All minutes of the meetings of the Joint Occupational Health & Safety Committee will be recorded in a mutually agreeable format and will be sent to the Union. The Union further agrees to actively pursue with the other Health Care Unions a Joint Union Committee for the purposes of this Article. The Employer agrees to provide or cause to be provided to Employer members of the Joint Occupational Health and Safety Committee adequate training and orientation to the duties and responsibilities of committee members to allow the incumbents to fulfil those duties competently. The Union agrees to provide or cause to be provided to Union members of the Joint Occupational Health and Safety Committee adequate training and orientation to the duties and responsibilities of committee members to allow the incumbents to fulfil those duties competently. Such training and orientation shall take place within six (6) months of taking office.