PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENJUAL DALAM PERJANJIAN JUAL BELI KENDARAAN BERMOTOR DALAM HUBUNGANNYA KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK PROGRESIF
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENJUAL DALAM PERJANJIAN JUAL BELI KENDARAAN BERMOTOR DALAM HUBUNGANNYA KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK PROGRESIF
DI KOTA PONTIANAK OLEH:
ROLIANDA, SH NPM. A2021141057
1.Xx. Xxxx Xxxxxx, SH,. M.Hum
2. Xxxxxx Xxxxxx, SH,. M.H
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian normatif dilakukan melalui studi kepustakaan dan informan diperoleh dari pejabat Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Kalimantan Barat, Kepala Sat Lantas Pontianak.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui : 1). Bahwa pihak meskipun penerima penyerahan (pembeli) kendaraan bermotor roda empat (mobil) telah menguasai kendaraan bermotor melebihi 12 (dua belas) bulan tetapi pihak pembeli tidak melakukan balik nama kendaraan, setiap tahunnya pembeli kendaraan bermotor hanya membayar pajak kendaraan bermotor dengan menggunakan identitas pemilik lama kendaraan, 2). Bahwa bentuk perlindungan hukum terhadap penjual mobil dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak pembeli karena tidak memenuhi kewajiban hukumnya sendiri untuk melakukan balik nama mobil yang dibelinya, adalah hanya dengan melakukan pemblokiran kepemilikan mobil yang disampaikan ke Kantor SAMSAT Kota Pontianak, namun terbentur surat-surat kepemilikan kendaraan telah diserahkan kepada pihak pembeli dan pihak pembeli tidak bersedia memberikan copyannya sehingga pemblokiran tersebut tidak bisa dilakukan. 3). faktor-faktor penyebab penerima penyerahan (pembeli) kendaraan bermotor roda empat (mobil) tidak melakukan balik nama kendaraan adalah selain dikarenakan tidak mengetahui adanya ketentuan yang mengharuskan balik nama kendaraan dan membayar pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN.KB), apabila kendaraan bermotor yang dibelinya tersebut telah dikuasainya melebihi 12 (dua belas) bulan, juga disebabkan juga karena untuk menghindari bea balik nama kendaraan bermotor, untuk keuntungan besar karena mobil yang dibeli untuk dijual kembali.
Hendaknya pihak penerima penyerahan (pembeli) kendaraan bermotor roda empat (mobil) telah menguasai kendaraan bermotor melebihi 12 (dua belas)
1
bulan melakukan balik nama kendaraan bermotor tersebut, selain dapat memberikan kontribusi pendapat bagi daerah, juga demi kepastian hukum mengenai kepemilikan kendaraan bermotor roda empat (mobil) tersebut, hendaknya pihak penjual kendaraan bermotor roda empat (mobil) pada saat melakukan transaksi jual beli mobil mengcopy surat-surat kepemilikan mobil tersebut dalam 2 (dua) rangkap 1 (satu) rangkap untuk pihak pembeli, dan rangkap 1 (satu) rangkap untuk pihak penjual dan ini dapat digunakan untuk pemblokiran pemilikan kendaraan bermotor (mobil) apabila di kemudian hari pihak pembeli mobil tidak melakukan balik nama mobil tersebut., Hendaknya pihak pembeli memberikan ganti rugi kepada pihak penjual yang dirugikan akibat pihak pembeli mobil melakukan perbuatan melawan hukum yakni tidak memenuhi kewajiban hukumnya sendiri tidak melakukan balik nama mobil.
Kata kunci : Perlindungan Hukum Terhadap Penjual mobil, Pajak Progresif
ABSTRACT
This study uses normative legal research. Normative research conducted through the study of literature and the informant obtained from official Head of West Kalimantan Provincial Revenue Office, Head Sat Then Pontianak.
Based on the research results, it can be seen: 1). That party even though the recipient delivery (buyer) automobiles (cars) has mastered motor vehicle exceeding twelve (12) months but the buyer is not under the name of the vehicle, annually buyer motorists only pay taxes on motor vehicles by using the identity of the previous owner vehicle, 2). That form of legal protection against car salesman from tort committed buyer for failing to meet their legal obligations alone to do behind the name of the car is bought, it is only by doing the blocking of cars delivered to the License Bureau Pontianak, but hit ownership papers vehicle has been handed over to the buyer and the buyer is not willing to provide a copy of his so that the blocking can not be done. 3). causative factors submission receiver (buyer) automobiles (cars) do not return the name of the vehicle is in addition because not aware of any provision requiring the name behind the vehicle and pay the Customs tax of Vehicle (BBN.KB), if the motor vehicle bought has mastered exceed twelve (12) months, also due as well as to avoid the transfer tax of motor vehicles, to great advantage because cars are purchased for resale.
Should the recipient delivery (buyer) automobiles (cars) has mastered motor vehicle exceeding twelve (12) months of behind the name of the motor vehicle, in addition to contributing opinions in the area, also for the sake of legal certainty regarding the ownership of automobiles (car) that, should the sellers of automobiles (cars) when buying or selling a car copy the ownership papers of the car within two (2) copies of 1 (one) copy for the buyer, and dual 1 (one) duplicate for the sellers and can be used for blocking motor vehicle (car) if in future the car buyers do not do behind the name of the car., Should the buyer compensate the seller harmed by the car buyer committed tort ie it does not fulfill its legal obligations alone do not do behind the name of the car.
Keywords: Legal Protection Against Car Sales, Progressive Tax
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk lajunya roda pembangunan di daerah Propinsi Kalimantan Barat memerlukan dana yang tidak sedikit untuk memenuhi membiayai kebutuhan anggaran pembangunan dan anggaran rutin dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Adapun sumber dana dari anggaran pendapatan yang diperlukan tersebut diperoleh dari berbagai sumber pendapatan diantaranya dari pemerintah pusat serta pendapatan yang bersumberkan dari pendapatan asli daerah Salah satu sumber pendapatan Daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah dari sektor pajak daerah, diantaranya adalah pajak kendaraan bermotor (PKB) dan pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Sehubungan dengan hal tersebut Pemerintahan daerah Propinsi Kalimantan Barat menetapkan Peraturan yang mengatur tentang Bea Balik nama kendaraan bermotor, dan peraturan ini telah mengelami perganitan dan perubahan dan sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 2002 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, kemudian berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 2002 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, selnjutnya pada tahun 2012 menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun
2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, dalam Peraturan Daerah ini ditetapkan beberapa jenis pajak, yakni Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kenbdaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan (PAP), dan Pajak Rokok.
Namun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah mengenai Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, dalam Pasal 3, ditetapkan bahwa Pajak yang dipungut atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dinamakan PKB, dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah ditetapkan bahwa Objek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor yang terdaftar di daerah dalam hal ini di daerah Provinsi Kalimantan Barat.
Adapun dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah perkalian dari 2 (dua) unsur pokok, yakni Nilai Jual Kendaraan Bermotor; dan Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor (Pasal 4 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah), hasil perhitungan ini ditetapkanlah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) atas kendaraan bermotor roda 4 (mobil) sebagaimana tercantum dalam Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK).
Lebih lanjut berdasarkan ketetapan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) menjadi dasar pengenaan pajak progresif kendaraan bermotor roda empat (mobil). Pajak Progresif adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor roda 4 (mobil) lebih dari 1 (satu).
Cara perhitungan pajak progresif adalah (PKB/1,5) X 100 = NJKB (Nilai Jual Kendaraan Bermotor) dan besarnya pajak progresifnya adalah NJKB x Tarif Pajak Progresif dan besarnya tarif pajak progresif ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
a. untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 1,5% (satu koma lima persen);
b. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua sebesar 2% (dua persen);
c. untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga sebesar 2,5% (dua koma lima persen);
d. untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat sebesar 3% (tiga persen); dan
e. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima dan seterusnya sebesar 3,5% (tiga koma lima persen).
Sebagai contoh dapat diungkapan misalnya Tuan A memiliki 2 mobil yang dibeli dalam waktu yang berbeda, mobil pertama Avanza dibeli tahun 2014 dan mobil kedua Datsun dibeli pada tahun 2015, maka Tuan A pada saat
membayar Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan juga pajak progresif karena memiliki mobil lebih dari 1 (satu), dan perhitungannya sebagai berikut :
Mobil pertama Tuan A yakni : Avanza PKB yang telah ditetapkan dalam STNK misalnya sebesar Rp.1.500.000,- pajak progresinya adalah NJKB x tarif pajak progresif, sedangkan untuk mencari NJKB perhitungannya adalah (PKB/1,5) X 100 = NJKB, maka (1.500.000 : 1,5) x 100 = 1.000.000 x 100 = 100.000.000, setelah didapat Nilai Jual Kendaraan Bermoto (NJKB) sebesar Rp.100.000.000 dikalikan dengan tarif pajak progresif untuk mobil pertama sebesar 1,5 % maka Pajak Progresifnya adalah Rp.100.000.000,- x 1,5 % = Rp.1.500.000
Sedangkan untuk mobil kedua Datsun PKB yang ditetapkan pada STNK sebesar Rp.1.370.300, maka NJKB nya = (Rp.1.370.300 : 1,5) x 100 =
91.353.333,33 x 2 % (tarif pajak progresif) = 1.827.066,66.
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa untuk mobil pertama pajak progresifnya sama dengan pajak kendaraan bermotor yang telah ditetapkan dalam STNK yakni sebesar Rp.0.000.000, namun untuk mobil kedua pajak kendaraan bermotor yang ditetapkan dalam STNK sebesar Rp.1.370.300, maka pajak progeseifnya dibayarkan tahun berikutnya menjadi Rp.1.827.066 jadi ada tambahan sebesar Rp.456.766.
Dengan demikian seandainya Tuan A hanya memiliki satu mobil datsun maka pajak kendaraan bermotor yang dibayarnya hanya sebesar Rp.1.370.300, tetapi karena mobil Datsun adalah mobil kedua, maka Tuan A harus membayar pajak kendaraan bermotor mobil Datsun tersebut menjadi
Rp.1.827.066, dan hal ini adalah wajar yang sudah merupakan resiko bagi Tuan A yang memiliki mobil lebih dari 1 (satu).
Namun yang menjadi masalah di lapangan seseorang yang mempunyai mobil 2 (dua), dan salah satu mobil dijual sehingga mobil yang dimilikinya hanya 1 (satu) tetapi yang bersangkutan tetap dikenakan pajak tambahan berupa pajak progresif, dikarenakan mobil yang dijual tersebut belum dilakukan balik nama oleh pihak pembeli, sehingga kedua STNK mobil tersebut masih atas nama dan alamat yang sama (satu orang) yakni pihak penjual, sehingga yang bersangkutan dikenakan pajak progresif.
Sedangkan kewajiban untuk balik nama kendaraan adalah merupakan kewajiban yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan terhadap pihak pembeli, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, dimana ditetapkan bahwa yang menjadi subjek pajak BBNKB adalah orang pribadi atau badan yang dapat menerimah penyerahan kendaraan bermotor, dan wajib pajak BBNKB adalah orang pribadi atau badan yang dapat menerimah penyerahan kendaraan bermotor, lebih lanjut dalam Pasal 22 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah objek BBNKB adalah penyerahan dan seorang pembeli mobil yang telah menguasai mobil tersebut selama 12 (dua belas) bulan dapat dianggap sebagai telah terjadi penyerahan mobil sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 27 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah orang pribadi atau ahli warisnya yang
menerima penyerahan atau yang dapat dianggap menerima penyerahan kendaraan wajib melakukan balik nama kendaraan bermotor.
Namun karena pihak pembeli yang diwajibkan untuk melakukan balik nama mobil tetapi tidak melakukan balik nama, maka pihak penjual tetap dinyatakan sebagai pemilik dua mobil sehingga dikenakan pajak progresif, tetapi sebaliknya apabila pihak pembeli telah melakukan balik nama mobil maka pihak penjual mobil tidak lagi dikenakan pajak progresif karena hanya memiliki satu mobil.
Dengan demikian pihak pembeli tidak memenuhi kewajiban hukumnya sendiri yang mengakibatkan kerugian pihak lain dalam hal ini pihak penjual mobil.
Mengacu pada latar belakang permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam yang diwujudkan dalam tesis penelitian yang berjudul: ”PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENJUAL DALAM PERJANJIAN JUAL BELI KENDARAAN BERMOTOR DALAM HUBUNGANNYA KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK PROGRESIF DI KOTA PONTIANAK.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian sebagimana telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian tesis ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengaturan pelaksanaan balik nama atas obyek kendaraan yang diperjual belikan dapat melindungi pihak penjual sehubungan dengan pengenaan pajak progresif
2. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Kendaraan Bermotor Roda Empat yang telah dijual dan belum dilakukan balik nama dikaitkan dengan Pajak Progresif ?
3. Apakah Yang Menjadi Penyebab Pihak Pembeli Tidak Melaksanakan Balik Nama Kendaraan Bermotor Roda Empat (Mobil) Yang Merupakan Obyek Perjanjian Jual Beli.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian sebagaimana tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan pelaksanaan balik nama atas obyek kendaraan yang diperjual belikan dapat melindungi pihak penjual sehubungan dengan pengenaan pajak progresif.
2. Untuk mengetahui Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Kendaraan Bermotor Roda Empat yang telah dijual dan belum dilakukan balik nama dikaitkan dengan Pajak Progresif.
3. Mengungkapkan dan menjelaskan apa yang menjadi penyebab pihak pembeli tidak melaksanakan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang merupakan obyek perjanjian jual beli.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum dalam pengembangan hukum, khususnya pemahaman tentang kewajiban Pajak kendaraan bermotor, balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) dan pelaksanaan pajak progresif.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran serta dapat memberikan kontribusi dan solusi konkrit bagi para pelaksanaan ketentuan Pajak kendaraan bermotor, balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) dan pelaksanaan pajak progresif.
E. Kerangka Pemikiran
Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber dana pembangunan perlu dipacu secara terus menerus melalui penggarapan sumber-sumber baru dan peningkatan pengelolaan dari pajak yang sudah ada. Pemungutan pajak daerah membawa konsekuensi bagi Pemerintah Daerah untuk secara terus menerus mendorong pengembangan sistem pengelolaan keuangan daerah yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Pemerintah Daerah juga berkewajiban untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Kejujuran, dedikasi dan profesionalitas ikut berperan penting dalam meningkatkan motivasi masyarakat untuk membayar pajak tepat waktu.
Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia menjunjung tinggi hukum dan kedaulatan hukum. Hal ini sebagai konsekuensi dari ajaran kedaulatan hukum bahwa kekuasaan tertingi tidak terletak pada kehendak pribadi penguasa, melainkan pada hukum. Jadi, kekuasaan hukum terletak di atas segala kekuasaan yang ada dalam negara dan kekuasaan itu harus tunduk pada hukum yang berlaku.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxx, bahwa :
Hakikatnya adalah segala tindakan atau perbuatan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku, termasuk untuk merealisasikan keperluan atau kepentingan negara maupun untuk keperluan warganya dalam bernegara. Keperluan atau kepentingan negara terhadap pajak tidak dapat dilakukan oleh negara sebelum ada hukum yang mengaturnya. Pengenaan pajak oleh negara kepada warganya (wajib pajak) harus berdasarkan pada hukum (undang-undang) yang berlaku sehingga negara tidak dikategorikan sebagai negara kekuasaan.1
Dengan demikian untuk dapat memungut pajak dari rakyat harus didasarkan peraturan perundang-undangan, demikian di daerah Kota Pontianak Propinsi Kalimantan Barat dengan berlakunya otonomi daerah berhak mengatur daerahnya sendiri dan sebagai sumber untuk membiayai pengeluaran rutin dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah salah satu diperoleh dari sektor pajak.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Xxxxxxx X. Xxxxxxx, bahwa :
Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakuakan di Indonesia sejak januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran
1 Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxx, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, 2010, hal. 1.
pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Dari berbagai alternative penerimaan daerah, Undang- Undang tentang Pemerintahan Daerah dan juga Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan pajak dan restribusi daerah sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari dalam daerah itu sendiri.2
Pemungutan Pajak Kendaran Bermotor atau yang sering di singkat PKB, dan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) merupakan salah satu Pajak Daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah, tidak terkecuali di Kalimantan Barat, dan seiring dengan hal itu laju pertumbuhan kendaraan bermotor di Kalimantan Barat hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan, dan sebagai dasar pemungutan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah menetapakan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah yang kemudian dirubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah.
Dalam Pasal 5 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, ditetapkan bahwa :
(1) Subyek PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor;
(2) Wajib PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor;
(3) Yang bertanggungjawab atas pembayaran PKB adalah :
a. untuk orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya dan/atau ahli warisnya;
b. untuk badan/lembaga/organisasi adalah pengurus atau kuasanya;
2 Marihot P. Xxxxxxx, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hal.5.
c. untuk instansi pemerintah/TNI/POLRI adalah pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
Berdasarkan ketentuan tersebut ditegaskan bahwa yang dapat menjadi subjek pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki atau menguasi kendaraan bermotor, untuk kata memiliki sudah jelas namun untuk kata menguasai masih tidak jelas siapa yang dimaksud yang menguasai, namun dalam Pasal 1 ayat 15 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, ditegaskan bahwa : Penguasaan adalah penggunaan dan atau penguasaan fisik kendaraan bermotor oleh orang pribadi atau badan dengan bukti penguasaan yang sah menurut ketentuan perundangan yang berlaku.
Dengan jelas bahwa yang dapat menjadi subjek pajak PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki atau yang menguasai kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan Bukti Pemilikan kendaraan Bermotor atau BPKB.
Pajak kendaraan bermotor semakin membengkak apabila orang pribadi yang memiliki kendaraan bemotor roda empat (mobil) lebih dari 1 yakni 2 atau lebih, karena untuk mobil yang kedua dan seterusnya dikenakan penambahan tarif secara progresif, atau yang lebih dikenal dengan pajak progresif.
Menurut Xxxxxxxxx, bahwa yang dimaksud dengan Pajak progresif adalah pajak yang sistem pemungutannya dengan cara menaikkan
persentase kena pajak yang harus dibayar sesuai dengan kenaikan objek pajak.3
Kenaikan yang dimaksudkan dalam pajak progresif adalah tarif yang dikenakan terhadap pemilikan pertama, kedua dan seterusanya semakin membesar sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, bahwa :
(1) Tarif PKB badan ditetapkan sebesar 1,5 % (satu koma lima persen) untuk kepemilikan kendaraan bermotor;
(2) Tarif PKB pribadi dihitung secara progresif dan ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 1,5% (satu koma lima persen);
b. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua sebesar 2% (dua persen);
c. untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga sebesar 2,5% (dua koma lima persen);
d. untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat sebesar 3% (tiga persen); dan
e. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima dan seterusnya sebesar 3,5% (tiga koma lima persen).
(3) Tarif PKB Umum lembaga sosial keagamaan, pemerintah pusat/pemerintah daerah, TNI, POLRI ditetapkan sebagai berikut:
a. kendaraan bermotor umum sebesar 1% (satu persen); atau
b. kendaraan bermotor sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, ambulans, pemadam kebakaran, pemerintah/TNI/ POLRI, pemerintah daerah sebesar 0,5% (nol koma lima persen).
(4) Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar sebesar 0,2% (nol koma dua persen).
Lebih lanjut dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, menetapkan bahwa :
3 Fajariani, Analisis Dampak Pengenaan Tarif Pajak Progresif Pada Pajak Kendaraan Bermotor Berdasarkan The Four Maxims, Jurnal Akuntansi Unesa Volume 1, 2013.
Kepemilikan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) sebagai berikut:
a. penghitungan progresif terhadap kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama; dan
b. penghitungan progresif terhadap kepemilikan kendaraan bermotor yaitu terhadap kepemilikan lebih dari 1 (satu) kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
Jelas bahwa pemilikan satu mobil atau mobil pertama dikenakan taris 1,5%, sedangkan apabila memiliki mobil lebih dari satu misalnya memiliki mobil dua, maka mobil kedua dikenakan tarif pajak progresis sebesar 2% (dua persen)., sehingga pajak yang dibayarkan semakin besar apabila memiliki mobil dua dibandingkan hanya memiliki satu mobil, dan hal ini adalah hal yang wajar dan merupakan resiko bagi pemilik mobil lebi dari satu, yang menjadi masalah adalah apabila orang pribadi yang memiliki mobil dua tetapi sudah dijual salah satunya berarti terakhir hanya memiliki satu mobil namun tetap dikenakan pajak progresif.
Menurut Xxxxxxxxx, bahwa : Hal ini tidak akan menimbulkan masalah jika saja pemerintah dapat melakukan sosialisasi dengan baik kepada masyarakat. Pemerintah harus berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan tersebut dan mempertimbangkan apakah kebijakan ini sudah sesuai dengan asas-asas pemungutan pajak.4
Dimaksudkan apabila ketentuan pajak progresif ini disosialisasikan pada masyarakat dengan baik, sehingga wajib pajak mengerti yang menyebabkan bahwa meskipun salah satu mobil sudah dijual tetapi masih dikenakan pajak progresif.
4 Fajariani, I b i d.
Meskipun dalam dalam perjanjian jual beli ada pihak penjual dan ada pihak pembeli yang mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang menegaskan bahwa: “Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”.5
Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata tersebut pihak penjual wajib menyerahkan barang yang dijualnya dan berhak menuntut harga pembayaran, namun untuk jual beli barang tak bergerak seperti halnya mobil penyerahan baru dilakukan setelah dilakukan balik nama, dan apabila belum balik nama maka secara hukum kepemilikan mobil tersebut masih milik penjual, namun berdasarkan ketentuan Pasal 22 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, menentukan bahwa :
(1) Objek BBNKB adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor.
(2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
(3) Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. kereta api;
b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah;
5 R.Subekti., dan R Xxxxxxxxxxxxx., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta, 2010, hal. 327
(4) Penguasaan Kendaraan Bermotor melebihi 12 (dua belas) bulan dapat dianggap sebagai penyerahan.
(5) Penguasaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak termasuk penguasaan Kendaraan Bermotor karena perjanjian sewa beli.
(6) Termasuk penyerahan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemasukan Kendaraan Bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di daerah, kecuali:
a. untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan;
b. untuk diperdagangkan;
c. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia; dan
d. digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.
(7) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c tidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia.
Diketahui bahwa dalam perjanjian jual beli ada dua pihak, yakni pihak pertama selaku penjual berkewajiban menyerahkan barang dijualnya sedangkan pihak selaku pembeli menerima penyerahan dan berkewajiban membayar harga mobil yang disepakati dalam perjanjian, dan dalam hubungannya dengan ketentuan Pasal 22 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah adalah yang menjadi objek BBKB adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor atau apabila pihak pembeli mobil selaku yang menerima penyerahan penguasaan Kendaraan Bermotor melebihi 12 (dua belas) bulan dapat dianggap sebagai penyerahan.
Dengan demikian apabila pihak pembeli mobil telah menguasai mobil sudah 12 (dua belas) bulan sejak disepakati perjanjian jual beli maka pihak pembeli mobil dapat dianggap sebagai pihak menerima penyerahan, dan kewajiban pihak yang menerima penyerahan didasarkan pada ketentuan Pasal
27 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, bahwa :
(1) Orang pribadi atau ahli warisnya atau badan, Pemerintah/TNI/Polri dan Pemerintah Daerah yang menerima penyerahan atau yang dapat dianggap menerima penyerahan kendaraan wajib melaporkan secara tertulis kepada instansi yang ditunjuk selambat-lambatnya:
a. 14 (empat belas) hari sejak penyerahan terhadap kendaraan baru;
b. 30 (tiga puluh) hari sejak peyerahan terhadap Kendaraan yang terdaftar di Daerah atau sejak diterbitkannya dokumen administrasi pemindahan tempat pengoperasian kendaraan terhadap kendaraan pindahan yag terdaftar di Daerah lain atau bagi kendaraan yang dianggap sebagai penyerahan.
(2) Setiap kendaraan yang mengalami perubahan serta penggantian body, spesifikasi teknik dan/atau penggantian mesin wajib melaporkan secara tertulis kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya dokumen administrasi dan perubahan.
Dengan demikian pihak pembeli mobil selaku pihak penerima penyerahkan ditetapkan peraturan perundangan sebagai subjek pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pihak pembeli harus melaporkan telah menerima penyerahan pada Dispenda (Samsat) sekaligus berkewajiban untuk melakukan balik nama mobil yang dibelinya apabila sudah mengusai mobil tersebut selam 12 (dua belas) bulan.
Apabila pihak pembeli mobil memenuhi kewajiban hukumnya sendiri untuk melaporkan dan melakukan balik nama mobil yang dibelinya, maka pihak penjual mobil tidak dikenakan pajak progresif karena mobil yang dimiliknya hanya satu karena satunya lagi sudah dijual, tetapi sebaliknya apabila pihak pembeli mobil tidak memenuhi kewajiban hukumnya untuk melapor dan melakukan balik nama mobil yang dibelinya, maka pihak
penjual merasa dirugikan karena pihak penjual tetap dikenakan pajak progresif sehingga pembayaran pajak semakin besar.
Dengan demikian kewajiban untuk pendaftaran dan balik nama kendaraan bermotor roda 4 (mobil) yang diperoleh dari penyerahan dalam transaksi jual beli tersebut ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, dengan demikian perikatan yang timbul di sini adalah perikatan karena Undang-undang, “yakni perikatan yang diadakan oleh Undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan”.6
Sedangkan yang dimaksudkan dengan perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.7
Dengan tidak dipenuhi kewajiban yang ditentukan Undang-undang tersebut, maka pihak pembeli mobil dapat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sehubungan dengan hal tersebut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa : “Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.8
Sehubungan dengan hal tersebut, X.X. Xxxxxx Djojodirjo., mengemukakan :
6 R. Subekti., Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, Jakarta, 2010, hal. 3.
7 I b i d, hal. 1.
8 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx., Hukum Perikatan, PT.Citra Adityt Bakti, Bandung, 2009, hal. 142.
Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diartikan suatu perbuatan atau ke hal yang bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kesusilaan maupun dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain, sedangkan barang siapa karena salahnya sebagai akibat perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain berkewajiban membayar ganti rugi.9
Lebih lanjut X.X. Xxxxxx Djojodirjo., mengemukakan: Sesuatu perbuatan adalah melawan hukum, bila perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtsplicht) si pelaku.10
Dari pendapat tersebut terdapat unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum, yakni :
- adanya perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtsplicht) dari pihak pembeli kendaraan bermotor roda 4 (mobil) yakni untuk pendaftaran dan balik nama kendaraan bermotor roda 4 (mobil) yang diperoleh dari penyerahan dalam transaksi jual beli (sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22 jo Pasal 27 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah).
- menimbulkan kerugian, yakni kerugian materiil yang diderita pihak penjual mobil karena dengan tidak dilakukan balik nama kendaraan bermotor roda 4 (mobil) oleh pihak pembeli pihak penjual mobil tetap dibebankan untuk membayar pajak progresif karena masih dianggap memiliki dua mobil, dan dari pihak Pemerintah Daerah juga dirugikan
hal. 26.
9 M.A. Xxxxx Xxxxxxxxxx., Perbuatan Melawan Hukum, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta, 2007,
10 I b i d, hal 42.
karena dengan tidak dilakukan balik nama, pemerintah daerah pendapatan dari sektor pajak bea balik nama menjadi berkurang.
- adanya kesalahan, jelas bahwa pihak pembeli kendaraan bermotor roda 4 (mobil) bersalah tidak memenuhi kewajiban untuk untuk pendaftaran dan balik nama kendaraan bermotor roda 4 (mobil) yang diperoleh dari penyerahan dalam transaksi jual beli.
- adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian yang ditimbulkan, artinya karena perbuatan pihak pembeli kendaraan bermotor roda 4 (mobil) yang tidak memenuhi kewajibannya untuk untuk pendaftaran dan balik nama kendaraan bermotor roda 4 (mobil) yang diperoleh dari penyerahan dalam transaksi jual beli menimbulkan kerugian pada pihak penjual mobil dan Pemerintah Daerah.
- Sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak pembeli kendaraan bermotor roda 4 (mobil), maka yang bersangkutan diwajibkan untuk membayar ganti rugi.
F. Metode Penelitian
Penelitian hukum dapat dibedakan menjadi penelitian hukum yang normatif dan penelitian hukum yang empiris atau sosiologis, adapun metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif. Sehubungan dengan metode hukum normatif tersebut Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx mengemukakan sebagai berikut :
Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan.
Penelitian Hukum normatif mencakup :
1. Penelitian terhadap asas-asas hukum.
2. Penelitian terhadap sistematik hukum.
3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal.
4. Perbandingan hukum.
5. Sejarah hukum.
(Di samping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer).11
Sehubungan dengan pendapat tersebut, maka dalam peneltian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian normatif dilakukan melalui studi kepustakaan dan informan diperoleh dari pejabat Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Kalimantan Barat,
1. Sumber Data
a) Bahan-bahan hukum primer berupa peraturan perundanganundangan dan peraturan lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
11 Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2005, hal.15.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
4. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
5. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
b) Bahan hukum sekunder berupa literatur-literatur ilmu hukum dari hasil penelitian hukum serta dokumen-dokumen hukum lainnya yang bersifat tertulis.
2. Teknik Pengumpul Data
- Teknik pengumulan data untuk penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara menginventarisasi, mempelajari dan mengaplikasikan konsep-konsep, asas-asas dan norma-norma hukum yang diperoleh dari data primer dan sekunder ke substansi masalah penelitian tesis ini.
3. Informan dan teknik sampling
3.1. Informan penelitian adalah :
- Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat;
- Kepala Sat Lantas Pontianak;
- Pejual Kendaraan Bermotor Roda Empat (mobil) Januari 2016 hingga Desember 2016 sebanyak 20 orang;
- Pembeli Kendaraan Bermotor Roda Empat (mobil) Januari 2016 hingga Desember 2016 sebanyak 20 orang.
3.2. Mengingat jumlah Informan tersebut cukup terbatas, maka jumlah sampel akan ditetapkan :
- Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat;
- Kepala Sat Lantas Pontianak;
- Pejual Kendaraan Bermotor Roda Empat (mobil) Januari 2016 hingga Desember 2016 sebanyak 20 orang;
- Pembeli Kendaraan Bermotor Roda Empat (mobil) Januari 2016 hingga Desember 2016 sebanyak 20 orang.
4. Pengolahan data
4.1. Data yang telah diambil kemudian di inventarisasi dari bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang dapat berupa konsep yang berdasarkan asas teori dan norma hukum yang dapat diaplikasikan secara proporsional kedalam bab-bab pembahasan tesis yang sesuai dan relevan.
4.2. Data yang diperoleh dari hasil wawancara akan diolah sesuai dengan penggolongannya dan dituangkan pada bab analisis hasil penelitian.
5. Teknik Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan metode deskriptif yuridis dan kualitatif, yang dilakukan sesuai informasi / data yang diperoleh pada saat penelitian dilakukan, kemudian diolah dan diaplikasikan sebagai alat analisis dan pembahasan hasil penelitian.
G. Sistematik Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 4 (empat) Bab yang masing-masing mempunyai kaitannya satu sama lainnya, yaitu dimulai dengan menguraikan Bab I sebagai Pendahuluah, Ban II Tinjauan Pustaka, Bab III Analisis dan Pembahasan dan terakhir Bab IV Penutup.
Bab I sebagai Pendahuluan yang terdiri dari sub bab, yaitu : Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, Jadwal Penelitian dan Sistematik Penulisan.
Baba II Tinjauan Pustaka, berisi uraian tentang Pengertian Dan Dasar Hukum Perpajakan, Kewajiban Wajib Pajak Kendaraan Bermotor, Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Progresif, Perbuatan MelawanHukum Wajib Pajak Kendaraan Bermotor.
Bab III Analisan dan Pembahasan, memuat analisis terhadap penyebab pihak pembeli tidak melaksanakan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang merupakan obyek perjanjian jual beli, Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Kendaraan Bermotor Roda Empat yang telah dijual dan belum dilakukan balik nama dikaitkan dengan Pajak Progresif, pengaturan pelaksanaan balik nama atas obyek kendaraan yang diperjual belikan agar dapat melindungi pihak penjual sehubungan dengan pengenaan pajak progresif.
Bab IV Penutup, berisikan kesimpulan dan saran.
H. Waktu Penelitian
Waktu yang akan digunakan dalam penelitian ini diperkirakan berlangsung selama empat bulan lamanya terhitung sejak bulan Desember s/d April, adapun rincian kegiatannya adalah sebagai berikut:
No | Intem Kegiatan | Bulan (Lama Penelitian) | |||
1 | 2 | 3 | 4 | ||
1 | Observasi Awal | + | |||
2 | Membuat Instrument Penelitian | + | + | ||
3 | Dokumentasi Kegiatan | + | |||
4 | Wawancara | + | |||
5 | Observasi Akhir | + | |||
6 | Pengumpulan dan Penyajian Data | + | + | ||
7 | Reduksi dan Verifikasi Hasil Penelitian | + | |||
8 | Penulisan Laporan | + | + | + | |
9 | Laporan Akhir | + |
BAB II
KETENTUAN HUKUM BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perpajakan
Pembangunan yang sedang giat-giatnya di laksanakan pemerintah Indonesia adalah meliputi pembangunan di segala bidang, baik fisik maupun mental spiritual. Pembangunan di bidang fisik khususnya dapat dilaksanakan apabila ada
dana-dana yang cukup, dan hal ini diperlukan sumber-sumber pendapatan guna mendukung terlaksananya pembangunan tersebut.
Salah satu sumber pendapatan yang dipandang penting dapat menunjang pelaksanaan pembangunan dan kepentingan penyelenggaraan pemerintahan dan negara adalah sumber pendapatan dari sektor pajak.
Demikian pentingnya hasil pengumpulan pajak yang dibayarkan oleh para wajib pajak bagi pembangunan bangsa dan negara, oleh karenanya para wajib pajak yakni para pengusaha-pengusaha atau para pelaku usaha mempunyai peranan penting dalam keiikut sertaan dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Xxxxxxx Xxxxxxxx, dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944”, “
Pajak” ialah iuran rakyat kepada Kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (publieke uitgaven)”.12
Pengertian pajak tersebut di atas, dikoreksi sendiri oleh Xxxxxxx Xxxxxxxx dalam bukunya “Pajak dan Pembangunan, yang menyatakan bahwa : “Pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk publik saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai publik invesment”.13
Sedangkan X.X.Xxxxxxxxxxxxxx, memberikan definisi pajak yang meberikan pengertian pajak yang lebih luas, yakni :
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang
12 X.Xxxxxxx, Perpajakan, Liberty, Yogyakarta, 2010, hal. 1
13 I b i d, hal. 3.
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.14
Berdasarkan pengertian pajak di atas, dapatlah diambil beberapa hal pokok yang penting, yakni :
1. Pajak berupa iuran dari rakyat (masyarakat) khususnya para wajib pajak kepada pemerintah (negara).
2. Dilakukan (pembayarannya) dilakukan secara berkala, biasanya setiap tahun sekali yang dalam praktek jatuh tempo pembayaran paling lambat tanggal 31 Maret setiap tahunnya.
3. Pemungutan pajak ini didasarkan pada suatu Undang-undang, dengan demikian setiap pemungutan iuran yang tidak didasarkan pada Undang-undang adalah merupakan pungutan liar, dapat merupakan tindak kejahatan.
4. Pembayaran pajak tidak mendapatkan prestasi timbal balik secara langsung.
Wajib pajak membayar pajak, manfaat pembayaran pajak tersebut tidak secara langsung diperoleh si wajib pajak, melainkan hasil pendapatan dari sektor pajak ini diguanakan untuk penyelenggaraan pembangunan, dan hasil pembangunan ini juga dapat dirasakan oleh si wajib pajak itu sendiri.
5. Pendapatan dari sektor pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum atau untuk menyelenggarakan kehidupan negara, yakni segala pengeluaran- pengeluaran negara untuk melaksanakan pembangunan guna mensejahterahkan seluruh rakyatnya.
14 I b i d, hal. 3.
Pengertian atau definisi pajak bermaca-macam, Para pakar perpajakan mengemukakannya berbeda satu sama lain dari waktu ke waktu, meskipun demikian pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian pajak, menurut Xxxxxx adalah sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.15
Sebagai satu perbandingan, pengertian pajak menurut Xxxxxxx dari buku Xxxxxxxxx, 2013:1), adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (konsentrasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”16
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :
a. Iuran dari rakyat kepada Negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
b. Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.
15 Waluyo, Perpajakan Indonesia, Edisi 7 Buku 1. Salemba Empat. Jakarta, 2010
16 Xxxxxxxxx, Perpajakan (edisi revisi 2013). Yogyakarta : CV. Xxxx Xxxxxx, 2014, hal.9
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Xxxxxxxxx (2013:1), fungsi pajak secara sederhans adalah untuk menyelenggarakan kepentingan bersama para warga masyarakat.
Berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terdapat 2 (dua) fungsi pajak yaitu sebagai berikut.
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, ketersediaan minuman keras dapat ditekan, demikian pula dengan barang mewah.17
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undanh dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya pengenaan pajak secara umum dan merata, serts di sesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajuakan banding kepada majelis pertimbangan pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (syarat yuridis), .Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.
c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun Perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
17 Xxxxxxxxx, I b i d, hal. 1
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat ekonomis)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajaj harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.18
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-Undang perpajakan yanh baru. Contoh:
1. Bea Materai di sederhanakan dari 167 macam tarif.
2. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.
3. Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi).
Adapun teori-teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak, menurut Xxxxxxxxx, terdapat beberapa teori-teori adalah sebagai berikut
a. Teori asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut
b. Teori kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
c. Teori daya pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.19
18 I b i d, hal. 2
19 Xxxxxxxxx, I b i d, hal, 3
Asas pemungutan pajak terdiri atas tiga macam, yaitu sebagai berikut (Xxxxxxxxx, 2013:7).
1. Asas Tempat Tinggal (Asas Domisili)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak (WP) yang bertempat tinggal diwilayahnya baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak (WP) dalam negeri.
2. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak (WP).
3. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN).20
Sistem pemungutan pajak, terdapat tiga macam sistem pemungutan pajak, yakni sebagai berikut.
1. Official Assessment System
Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut.
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada pemerintah (fiskus)
b. Wajib Pajak (WP) bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemerintah (fiskus).
2. Self Assessment System
20 Xxxxxxxxx, I b i d, hal, 7
Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, membayar, dan melaporkab sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Ciri-cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak (WP) sendiri
b. Wajib Pajak (WP) aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang Pemerintah (fiskus) tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Withholding System
Withholding system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi Wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (WP). Ciri-cirinya adalah wewenang menetukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain pemerintah (fiskus) dan Wajib Pajak (WP).
Adapun pengertian wajib pajak yang disingkat (WP) dalam perpajakan Indonesia merupakan istilah yang sangat popular. Istilah ini secara umum biasa diartikansebagai orang atau badan yang dikenakan kewajiban pajak. Dalam Undang-Undang KUP lama, istilah wajib pajak didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu. Dari Definisi ini dapat dipahami bahwa wajib pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan berdasarkan ketentuan dalam pajak penghasilan yang disebut wajib pajak itu adalah
orang pribadi atau badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memeproleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan kata lain dua unsur harus dipenuhi untuk menjadi wajib pajak subjek pajak dan objek pajak. Wajib Pajak sangatlah memegang peranan yang sangat penting bagi kelancaran Sistem dan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Undang- undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) tentang Tata cara perpajakan bahwa yang dimaksud dengan Wajib Pajak (tax payer) adalah sebagai berikut : “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu”.
Menurut Xxxxxxxxx bahwa :
Jika dipandang dari segi hukum, wajib pajak harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif terpenuhi jika orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia yang disebut sebagai wajib pajak orang pribadi, atau badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang disebut sebagai wajib pajak badan. Syarat objektif terpenuhi jika yang berhubungan dengan objek pajak misalnya adanya penghasilan atau penyerahan barang kena pajak. Jika orang pribadi atau badan telah memperoleh objek pajak tersebut maka syarat objektif ini telah dipenuhi dan dapat dianggap sebagai wajib pajak.21
Berdasarkan definisi di atas dapat memahami bahwa Wajib Pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan, namun kriteria siapa yang harus menjadi Wajib Pajak ini tidak dijelaskan. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang disebut Wajib Pajak itu adalah orang
21 Suprianto, Perpajakan di Indonesia, edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011, hal. 5.
pribadi atau badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian Wajib Pajak dituntut untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu, oleh karena itu pemerintah terus mengupayakan agar Wajib Pajak memahami sepenuhnya kewajibannya terhadap negara dan mau melaksanakannya dengan itikad baik kewajiban perpajakannya.
Sistem pemungutan pajak yang ada memberikan kepercayaan lebih besar kepada wajib pajak untukk mendapatkan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Ada beberapa hak yang bisa diciptakan oleh wajib pajak dan juga kewajiban- kewajiban yang harus dilaksanakan.
Menurut Xxxxxxxxx bahwa kewajiban wajib pajak antara lain sebagai sebagai berikut :
1. Mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Setiap wajib pajak yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Pada dasarnya yang diwajibkanuntuk mendaftarkan dan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak adalah setiap wajib pajak badan yang memperoleh penghasilan setelah dikurangi biaya biaya dan setiap wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak.
2. Mengisi dan menyampaikan SPT. Setiap orang yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak wajib mengisi, menghitung dan melaporkan Sendiri pajak yang terutang dalam satu masa pajak dan menyampaikan SPT yang telah diisi dan ditandatangani oleh kepala KPP setempat dalam batasan waktu yang ditentukan.
3. Membayar atau menyetor pajak. Besarnya pajak harus dibayar oleh wajib pajak menurut sistem self asessment ditentukan sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Tempat menyetorkan pajak dapat dilakukan pada kantor pos ataupun melalui bank persepsi, yaitu bank
yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menerima pembayaran pajak, cukai dalam negeri dan penerimaan negara bukan pajak.
4. Membuat pembukuan atau pencatatan. Wajib pajak yang melakukan Kegiatan usaha wajib pajak menyelenggarakan pembukuan yang dapat enyajikan keterangan-keterangan yang cukup untuk menghitung
penghasilan kena pajak. Bagi wajib pajak yang karena kemampuannya belum memadai, dimungkinkan untuk dibebaskan dari kewajiban mengadakan pembukuan, wajib pajak dibenarkan hanya membuat catatan- catatan yang merupakan pembukuan sederhana.
5. Memberikan keterangan. Dirjen Pajak berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak dalam rangka menetapkan besarnya jumlah Pajak yang terutang, maka wajib pajak tersebut harus memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan yang berhubungan dengan kegiatan usaha, memberikan kesempatan kepada fiskus untuk memasuki tempat dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan dan memberikan keterangan yang diperlukan. Kewajiban- kewajiban perpajakan diatas pada saat sekarang ini dapat dilakukan dengan mudah oleh wajib pajak dengan mengaksesnya lewat internet. Seperti, kemudahan dalam membuat NPWP melalui sistem e-registration, kemudahan dalam pelaporan kewajiban pajak melalui e-illing, serta kemudahan dalam menyampaikan surat pemberitahuan melalui e-SPT.22
Wajib pajak selain mempunyai kewajiban juga mempunyai hak untuk mendapatkan kerahasiaan atas seluruh informasi yang telah disampaikan pada Ditjen Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Berkaitan dengan pembayaran pajak terutang, Wajib Pajak berhak memperoleh:
1. Pengangsuran pembayaran, apabila wajib pajak mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu untuk membayar pajak sekaligus
.2. Pengurangan PPh Pasal 25, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan keuangan dikarenakan usahanya mengalami kesulitan sehingga tidak mampu membayar angsuran yang sudah ditetapkan sebelumnya.
3. Pembebasan Pajak,apabila wajib pajak mengalami musibah dikarenakan force majeure seperti bencana ala Dalam hal ini Ditjen Pajak akan mengeluarkan suatu kebijakan.
4. Pajak ditanggung pemerintah. Dalam rangka pelaksanaan proyekpemerintah yang dibiayai dengan pinjaman/hibah luar negeri, PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan, dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
5. Insentif Perpajakan, untuk merangsang investasi.
6. Penundaan pelaporan SPT Tahunan. Apabila Wajib Pajak Tidak dapat menyelesaikan/menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling lama enam bulan.
22 Xxxxxxxxx, I b i d, hal. 7.
7. Restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak), apabila Wajib pajak merasa bahwa jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.23
B. Kewajiban Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
Istilah wajib pajak (disingkat WP) dalam perpajakan Indonesia merupakan istilah yang sangat popular. Istilah ini secara umum biasa diartikan sebagai orang atau badan yang dikenakan kewajiban pajak. Dalam Undang-Undang KUP lama, istilah wajib pajak didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu. Dari Definisi ini kita dapat memahami bahwa wajib pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Berdasarkan ketentuan dalam pajak penghasilan yang disebut wajib pajak itu adalah orang pribadi atau badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memeproleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan kata lain dua unsur harus dipenuhi untuk menjadi wajib pajak: subjek pajak dan objek pajak. Wajib Pajak sangatlah memegang peranan yang sangat penting bagi kelancaran Sistem dan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) tentang Tata cara perpajakan bahwa yang dimaksud dengan Wajib Pajak (tax payer) adalah sebagai berikut. “Wajib Pajak adalah orang ribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
23 Xxxxxxxxx, I b i d, hal. 7.
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau
pemotong pajak tertentu”.
Menurut Xxxxxxxxx (2011:5) bahwa jika dipandang dari segi hukum, wajib pajak harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif terpenuhi jika orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia yang disebut sebagai wajib pajak orang pribadi, atau badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang disebut sebagai wajib pajak badan. Syarat objektif terpenuhi jika yang berhubungan dengan objek pajak misalnya adanya penghasilan atau penyerahan barang kena pajak, Jika orang pribadi atau badan telah memperoleh objek pajak tersebut maka syarat objektif ini telah dipenuhi dan dapat dianggap sebagai wajib pajak.
Berdasarkan definisi di atas dapat memahami bahwa Wajib Pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan, namun kriteria siapa yang harus menjadi Wajib Pajak ini tidak dijelaskan. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang disebut Wajib Pajak itu adalah orang pribadi atau badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian Wajib Pajak dituntut untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Oleh karena itu pemerintah terus mengupayakan agar Wajib Pajak memahami sepenuhnya kewajibannya terhadap negara dan mau
melaksanakannya dengan itikad baik kewajiban perpajakannya. Sistem pemungutan pajak yang ada memberikan kepercayaan lebih besar kepada wajib pajak untuk mendapatkan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Ada beberapa hak yang bisa diciptakan oleh wajib pajak dan juga kewajiban kewajiban yang harus dilaksanakan.
Menurut Xxxxxxxxx (2011:7) bahwa kewajiban wajib pajak antara lain sebagai berikut.
1. Mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Setiap wajib pajak yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Pada dasarnya yang diwajibkan untuk mendaftarkan dan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak adalah setiap wajib pajak badan yang memperoleh penghasilan setelah dikurangi biaya-biaya dan setiap wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak.
2. Mengisi dan menyampaikan SPT. Setiap orang yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak wajib mengisi, menghitung dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dalam satu masa pajak dan menyampaikan SPT yang telah diisi dan ditandatangani oleh kepala KPP setempat dalam batasan waktu yang ditentukan.
3. Membayar atau menyetor pajak. Besarnya pajak harus dibayar oleh wajib pajak menurut sistem self asessment ditentukan sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Tempat menyetorkan pajak dapat dilakukan pada kantor pos ataupun melalui bank persepsi, yaitu bank yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
menerima pembayaran pajak, cukai dalam negeri dan penerimaan negara bukan pajak.
4. Membuat pembukuan atau pencatatan. Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha wajib pajak menyelenggarakan pembukuan yang dapat menyajikan keterangan-keterangan yang cukup untuk menghitung penghasilan kena pajak. Bagi wajib pajak yang karena kemampuannya belum memadai, dimungkinkan untuk dibebaskan dari kewajiban mengadakan pembukuan, wajib pajak dibenarkan hanya membuat catatan-catatan yang merupakan pembukuan sederhana.
5. Memberikan keterangan. Dirjen Pajak berwenang untuk melakukan Pemeriksaan terhadap wajib pajak dalam rangka menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang, maka wajib pajak tersebut harus memperlihatkan dan meminjamkan pembukuan atau pencatatan yang berhubungan dengan kegiatan usaha, memberikan kesempatan kepada fiskus untuk memasuki tempat dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan dan memberikan keterangan yang diperlukan. Kewajiban-kewajiban perpajakan diatas pada saat sekarang ini dapat dilakukan dengan mudah oleh wajib pajak dengan mengaksesnya lewat internet. Seperti, kemudahan dalam membuat NPWP melalui sistem e-registration, kemudahan dalam pelaporan kewajiban pajak melalui e-filling, serta kemudahan dalam menyampaikan surat pemberitahuan melalui e-SPT.
Wajib pajak selain mempunyai kewajiban juga mempunyai Hak untuk mendapatkan kerahasiaan atas seluruh informasi yang telah disampaikan pada
Ditjen Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Berkaitan dengan pembayaran pajak terutang, Wajib Pajak berhak memperoleh:
1. Pengangsuran pembayaran, apabila wajib pajak mengalami Kesulitan keuangan sehingga tidak mampu untuk membayar pajak sekaligus.
2. Pengurangan PPh Pasal 25, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan keuangab dikarenakan usahanya mengalami kesulitan sehingga tidak mampu membayar angsuran yang sudah ditetapkan sebelumnya.
3. Pembebasan Pajak, apabila wajib pajak mengalami musibah dikarenakan force majeure seperti bencana alam, Dalam hal ini Ditjen Pajak akan mengeluarkan suatu kebijakan.
4. Pajak ditanggung pemerintah. Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman/hibah luar negeri, PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan, dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
5. Insentif Perpajakan, untuk merangsang investasi.
6. Penundaan pelaporan SPT Tahunan. Apabila Wajib Pajak tidak dapat menyelesaikan/ menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling lama enam bulan.
7. Restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak), apabila wajib pajak merasa bahwa jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain
8. Keberatan Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan ke Ditjen Pajak.
Apabila dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak merasa kurang atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
9. Banding, apabila hasik proses keberatan dirasa masih belum memuaskan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
10. Peninjauan kembali, apabila Wajib Pajak tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.
Sedangkan pajak kendaraan bermotor dan pajan bea balik kendaraan bermotor adalah merupakan pajak daerah, Mengenai pajak daerah dapat ditelusuri dari pendapat beberapa ahli seperti yang dikutip oleh Sutedi (2008:57) Dalam Xxxxxxx Xxxxxxx yang menjelaskan pajak daerah sebagai berikut. “Pajak lokal atau pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah daerah swatantra, seperti provinsi, kotapraja, kabupaten dan sebagainya. Sedangkan sebagian merumuskannya sebagai pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai pajak daerah dengan undang-undang”.
Berbeda dengan pandangan Yasin, yang dikutip oleh Sutedi, menurutnya “Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik, dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan
kata lain, pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada
daerah dan pembangunan daerah”.24
Sedangkan menurut Xxxxx (Xxxxxx, 2010:57), pajak daerah ialah sebagai berikut.
1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerahnya sendiri;
2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional, tetapi pendapatan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah;
3. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat, tetapi pungutannya dibagihasilkan kepada pemerintah daerah.
Kriteria dan Ciri-ciri Pajak Daerah, menurut Xxxxxxx (2006:197) menyebutkan bahwa prinsip-prinsip umum perpajakan daerah yang baik pada umumnya tetap sama, yaitu harus memenuhi kriteria umum tentang perpajakan daerah sebagai berikut.
a. Prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastik, artinya dapat mudah naik turun mengikuti naik turunnya tingkat pendapatan masyarakat.
b. Adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok masyarakat yang horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok masyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak.
c. Administrasi yang fleksibel artinya sederhana, mudah dihitung dan pelayanan memuaskan bagi wajib pajak.
d. Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dan kesadaran pribadi untuk membayar pajak.
e. Non distorsi terhadap perekonomian: implikasi pajak atau pungutan menimbulkan pengaruh minimal terhadap perekonomian. Untuk mempertahankan prinsip prinsip tersebut, maka perpajakan daerah harus memiliki ciri ciri tertentu. Adapun ciri-ciri yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Pajak Daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.
b. Relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuasi terlalu besar, kadang-kadang meningkat secara drastis dan ada kalanya menurun secara tajam.
c. Tax basenya (Dasar pengenaan pajaknya) harus merupakan perpaduan antar prinsip keuntungan dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).25
24 Sutedi, 2010:57 Sutedi, 2010:57
Salah satu pajak daerah adalah kendaraan bermotor, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak atas kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor, yaitu kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang bergerak.
Menurut Xxxxx (2010:51) adalah : Pajak Kendaraan Bermotor atau yang disingkat PKB merupakan salah satu jenis pajak daerah provinsi. Pengertian pajak kendaraan bermotor, adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Dalam arti pajak kendaraan bermotor merupakan pajak yang bersifat objektif, bergantung pada objek yang dikenakan pajak dan berada dalam kepemilikan dan/atau penguasaan wajib pajak.26
Kendaraan bermotor roda empat adalah termasuk ke dalam golongan benda tak bergerak dan pembedaan benda bergerak dan tak bergerak dimaksud penting sehubungan dengan penyerahan barang (kendaraan bermotor roda empat) yang merupakan kewajiban yang timbul dari perjanjian jual beli.
Pajak kendaraan bermotor adalah merupakan salah satu pajak daerah sehingga ada perubahan ketentuan balik nama kendaraan bermotor yang dahulunya diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 2002 tentang
25 Xxxxxxx (2006:197
26 Saidi (2010:51)
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air yang kemudian ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah dan berdasarkan peraturan ini Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 2002 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
Selanjunya untuk barang tak bergerak penyerahannya dilakukan dengan proses balik nama (pendaftaran) kendaraan bermotor yang dilakukan oleh pihak penerima penyerahan (pembeli) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah, menentukan bahwa :
(1) Objek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor yang terdaftar di daerah;
(2) Termasuk dalam objek PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan disemua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor 5 GT sampai dengan 7 GT.
(3) Dikecualikan dari objek kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:
a. kendaraan bermotor yang semata-mata dipergunakan untuk pertahanan dan keamanan negara;
b. kendaraan bermotor yang dimiliki dan atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan asing dan asas timbal balik dan lembaga-lembaga Internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah;
c. kendaraan bermotor pabrikan, importir Umum maupun Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) yang semata-mata disediakan untuk dipamerkan atau tidak untuk dijual;
d. kendaraan bermotor yang diperjualbelikan oleh dealer/sub-dealer maupun badan usaha yang kendaraannya belum pernah terdaftar pada instansi yang berwenang.27
Berdasar ketentuan tersebut, dapat dinyatakan bahwa seseorang yang menguasai kendaraan bermotor yang telah terdaftar diwajibkan membayar pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya sesuai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak yang tercantum dalam Surat Tanda Nonor Kendaraan Bermotor (STNK), dan apabila kendaraan bermotor tersebut dijual oleh pemiliknya, akan dikenakan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), sesuai dengan ketentuan Pasal 22 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, yang menentukan bahwa :
(1) Objek BBNKB adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor.
(2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
(3) Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. kereta api;
b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga- lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah;
(4) Penguasaan Kendaraan Bermotor melebihi 12 (dua belas) bulan dapat dianggap sebagai penyerahan.
(5) Penguasaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak termasuk penguasaan Kendaraan Bermotor karena perjanjian sewa beli.
27 Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah.
(6) Termasuk penyerahan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemasukan Kendaraan Bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di daerah, kecuali:
a. untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan;
b. untuk diperdagangkan;
c. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia; dan
d. digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.
(7) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c tidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia.28
Sedangkan dimaksudkan penyerahan dalam ketentuan di atas, Pasal 1 ayat (16) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, menegaskan bahwa yang dimaksud dengan : Penyerahan Kendaraan Bermotor adalah pengalihan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah termasuk hibah wasiat dan hadiah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.29
Dengan demikian bahwa setiap tindakan penyerahan kendaraan bermotor kepada pihak lain dikenakan pajak BBNKB, termasuk halnya penyerahan kendaraan bermotor karena jual beli dan sebagaimana diketahui bahwa penyerahaan kendaraan bermotor karena jual beli hanya dapat dilakukan melalui proses balik nama dan pada saat proses balik nama tersebut kenakan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Namun kenyataannya di lapangan bahwa apabila terjadi jual beli kendaraan bermotor tidak seketika itu juga dilakukan balik nama, terkadang bertahun-tahun
28 I b i d.
29 I b i d.
kendaraan bermotor yang diperoleh jual beli tersebut tidak dilakukan balik nama dan untuk membayar pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya pihak pembeli kendaraan bermotor menggunakan poto copy KTP pemilik asal (penjual).
Semestinya pihak pembeli kendaraan bermotor berkewajiban untuk melakukan balik nama kendaraan bermotor yang dibelinya, sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
(1) Subjek Pajak BBNKB meliputi orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor.
(2) Wajib Pajak BBNKB meliputi orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor.30
Seorang pembeli kendaraan bermotor yang telah menguasai kendaraan bermotor roda empat tersebut melebihi 12 (dua belas) bulan sudah dianggan penyerahan sehingga sudah menjadi subjek pajak BBNKB dan berdasarkan ketentuan Pasal 27 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, menentukan bahwa :
(1) Orang pribadi atau ahli warisnya atau badan, Pemerintah/TNI/Polri dan Pemerintah Daerah yang menerima penyerahan atau yang dapat dianggap menerima penyerahan kendaraan wajib melaporkan secara tertulis kepada instansi yang ditunjuk selambat-lambatnya:
a. 14 (empat belas) hari sejak penyerahan terhadap kendaraan baru;
b. 30 (tiga puluh) hari sejak peyerahan terhadap Kendaraan yang terdaftar di Daerah atau sejak diterbitkannya dokumen administrasi pemindahan tempat pengoperasian kendaraan terhadap kendaraan pindahan yag terdaftar di Daerah lain atau bagi kendaraan yang dianggap sebagai penyerahan.
30 I b i d.
(2) Setiap kendaraan yang mengalami perubahan serta penggantian body, spesifikasi teknik dan/atau penggantian mesin wajib melaporkan secara tertulis kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya dokumen administrasi dan perubahan.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau orang yang diberi kuasa olehnya.
(4) Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. 31
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa seseorang yang telah menguasai kendaraan bermotor roda empat dalam waktu 12 (dua belas) bulan sudah dianggap sebagai penyerahan dan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak peyerahan wajib melaporkan secara tertulis kepada instansi yang ditunjuk untuk dilakukan balik nama kendaraan bermotor tersebut.
Demikian semestinya dalam praktek jual beli kendaraan bermotor roda empat (mobil) maka pihak pembeli mobil selaku subjek pajak BBNKB sudah harus melakukan balik nama paling lama 12 bulan sejak terjadinya kesepakatan jual beli, namun kenyataannya pihak pembeli mobil tidak melakukan apa yang sudah menjadi kewajibannya untuk melakukan balik nama mobil yang dibelinya, bahkan hal ini terjadi hingga bertahun-tahun tidak dilakukan balik nama atas kepemilik mobil tersebut, untuk membayar pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya pembeli mobil menggunakan poto copy KTP pihak penjual, dengan demikian masih menggunakan atas nama pemilik asal (pihak penjual mobil).
Seharusnya pihak pembeli mobil melakukan balik nama kepemilikan mobil yang dibelinya dan pihak Dinas Pendapatan Daerah dalam hal ini di Samsat sebagai instansi yang berwenang menerima pendaftaran balik nama kendaraan bermotor
31 I b i d.
roda empat, menetapkan besarnya pajak BBNKB dan menerbitkan SKPD, sesuai dengan ketentuan Pasal 32 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, menentukan bahwa :
(1) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk menetapkan besarnya Pajak BBNKB, dengan menerbitkan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Bentuk isi, kualitas dan ukuran SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.32
Namun sebaliknya apabila pihak pembeli mobil sebagai subyek pajak BBNKB dalam waktu yang telah ditentukan tidak melakukan balik nama kepemilikan mobil yang dibelinya maka dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Pasal 33 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, menentukan bahwa : Pelanggaran batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a dan huruf b dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak BBNKB. 33 Dengan demikian pihak pembeli mobil yang tidak melakukan balik nama dikenakan sanksi denda sebesar 25 % dari jumlah pokok pajak BBNKB yang ditetapkan, dan selain sanksi denda tersebut wajib pajak BBNKB juga dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 89 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
32 I b i d.
33 I b i d.
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 33, Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2), sehingga merugikan keuangan Daerah dipidana dengan pidana kurungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (1) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009.
(2) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 33, Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2), sehingga merugikan keuangan Daerah dipidana dengan pidana penjara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009. 34
Pembeli mobil yang tidak melakukan balik nama kepemilikannya mobil dalam kurun waktu yang telah ditentukan selain dikenakan sanksi denda juga dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahaun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Pasal 174, yang menentukan sebagai berikut :
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.35
Apabila pelanggaran kewajiban tersebut dilakukan karena kealpaan maka sanksinya pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, sedangkan apabila pelanggaran kewajiban tersebut dilakukan karena
34 I b i d
35 Undang-undang Nomor 28 Tahaun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
kesengajaan maka sanksinya berupa pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Dengan demikian yang menjadi objek pajak BBN.KB adalah penyerahan kendaraan bermotor, dan yang dimaksudkan penyerahan tersebut antara lain adalah :
1. Penguasaan kendaraan bermotor yang melebihi 12 (dua belas) bulan dianggap sebagai penyerahan;
2. Pemasukan kendaraan bermotor dari luar Negeri untuk dipakai secara tetap di wilayah Daerah;
3. Penyerahan sebagai akibat perubahan dan penggantian body dan atau mesin yang mengakibatkan bertambahnya nilai jual kendaraan bermotor.
Adapun syarat-syarat pendaftaran kendaraan bermotor atas dasar jual beli tersebut adalah :
1. Mengisi formulir SPPKB;
2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk perorangan;
3. Salinan Akte Pendirian (untuk badan hukum);
4. Surat tugas/Kuasa (untuk instansi pemerintah, BUMN, BUMD);
5. STNK asli;
6. BPKB asli;
7. Kwitansi pembelian yang sah;
8. Bukti pelunasan PKB/BBN.KB dan SWDKLLJ tahun terakhir;
9. Bukti hasil pemeriksaan fisik kendaraan.
Tempat pendaftaran kendaraan bermotor dimaksud adalah di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) tempat kendaraan bermotor tersebut dioperasikan.
Adapun besarnya tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN.KB) ditetapkan dalam Pasal 25 Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Peruahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
1) Tarif BBNKB ditetapkan sebagai berikut:
a. penyerahan pertama untuk kendaraan bermotor roda dua atau lebih sebesar 12,5% (dua belas koma lima persen);
b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).
2) Tarif BBNKB untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum, tarif pajak ditetapkan sebagai berikut:
a. penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); atau
b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen).
3) Tarif BBNKB yang dioperasikan di air ditetapkan sebagai berikut :
a. penyerahan pertama sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen);
b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).36
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa apabila wajib pajak BBN.KB tidak memenuhi kewajibannya, maka ada pelanggaran hukum yang dilakukan wajib pajak BBN.KB, karena kewajiban hukum tersebut timbul karena Undang- undang, maka pelanggaran hukum atas tidak dipenuhinya kewajiban untuk membayar pajak BBN.KB oleh wajib pajak, apabila dilihat dari keperdataan, maka pelenggaran tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, dan lebih detail akan dibahas dalam sub bab selanjutnya.
C. Sistem dan Prosedur Pemungutan Pajak Progresif
36 Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah.
Menurut Xxxxxxx (2000:42), pajak progresif adalah pajak diterapkan bagi kendaraan pribadi baik roda dua dan roda empat dengan nama pemilik dan alamat tempat tinggal yang sama. Jika nama pemilik dan alamatnya berbeda, maka tidak dikenakan pajak progresif. Pajak progresif ini tidak berlaku untuk kendaraan dinas pemerintahan dan kendaraan angkutan umum. Kendaraan bermotor kepemilikan orang pribadi berdasarkan nama dan/atau Alamat yang sama dikenakan tarif Pajak Progresif pada umumnya sebesar kendaraan pertama 1,5 % (1,5 % x NJKB), kendaraan kedua 2 % (2 % x NJKB), kendaraan ketiga 2,5 % (2,5 % x NJKB) dan kendaraan keempat dan seterusnya 4 % ( 4 % x NJKB).
Berdasarkan Peraturan daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, dalam Peraturan Daerah ini ditetapkan beberapa jenis pajak, yakni Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kenbdaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan (PAP), dan Pajak Rokok, ditetapkan tata cara perhitungan pajak progresif:
1. Tata cara perhitungan PKB Pajak progresif untuk kendaraan bermotor pribadi diuraikan sebagai berikut.
a. Kepemilikan kedua sebesar 2,5% x dasar pengenaan PKB
b. Kepemilikan ketiga sebesar 3,5% x dasar pengenaan PKB
c. Kepemilikan keempat sebesar 4,5% x dasar pengenaan PKB
d. Kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 5,5% x dasar pengenaan PKB.
2. Kendaraan bermotor angkutan umum sebesar 1% (satu persen).
3. Kendaraan milik badan sosial/keagamaan, Pemerintah/ TNI/POLRI, ambulance dan pemadam kebakaran sebesar 0,5% (nol koma lima persen).
4. Alat-alat berat dan alat-alat besar sebesar 0,2% (nol koma dua persen).
5. Pajak progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku hanya untuk:
x. xxxxxxxan bermotor pribadi atas nama pribadi
b. kendaraan roda 4 (empat) keatas
c. kendaraan roda 2(dua) dengan kapasitas 500 cc ke atas
6. Ketentuan teknis pemungutan pajak progresif ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan kepala dinas.
Menurut Xxxxxxxxx (2013:9) pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik. Di Indonesia, pajak progresif diterapkan pada pajak penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi, yakni:
a. Untuk lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai dengan Rp 50 juta, tarif pajaknya 5%.
b. Untuk lapisan PKP di atas Rp. 50 juta hingga Rp.250 juta, tarif pajaknya 15%.
c. Untuk lapisan PKP di atas Rp.250 juta hingga Rp.500 juta, tarif pajaknya 25%.
d. Untuk lapisan PKP di atas Rp.500 juta, tarif pajaknya 30%.
Pengertian Sistem dan Prosedur
Selanjutnya sebelum membahas sistem dan prosedur pembayaran pajak progresif, terlebih dahulu perlu diketahui pengertian sistem dan prosedur itu sendiri, dan menurut Mulyadi (2001:5), definisi sistem dan prosedur adalah sebagai berikut.
”Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan. Sedangkan prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang”.37
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa suatu sistem terdiri dari jaringan prosedur; sedangkan prosedur merupakan urutan kegiatan klerikal. Kegiatan klerikal (clerical operation) terdiri dari kegiatan berikut ini yang dilakukan untuk mencatat informasi dalam formulir, buku jurnal, dan buku besar :
a. menulis
b. menggandakan
c. menghitung
d. memberi kode
e. mendaftar
f. memilih (mensortasi)
g. memindah
h. membandingkan
Sistem dan Prosedur Operasional Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) prosedur dan persyaratan pengurusan pembayaran pajak kendaraan bermotor, sesuai dengan Instruksi bersama Menteri Pertahanan Keamanan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
37 Mulyadi (2001:5)
Keuangan Nomor Ins/03/M/X/1999, Nomor 29 Tahun 1999 dan Nomor 6/IMK.014/1999 Jo. Surat Keputusan Bersama Kapolri, Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah dan Direktur Utama PT. Jasa Raharja Nomor Skep/06/X/1999, Nomor 973-128, Nomor SKEP/02/XI/1999 adalah sebagai berikut.
1. Pengesahan Ulang (satu tahunan)
a. Persyaratan
1) Identitas
a. Perorangan
1. Jati diri (KTP, SIM, KTA, C1)
2. Jika berhalangan melampirkan surat kuasa bermaterai cukup
b. Badan Hukum
Salinan akte pendirian, keterangan domisili, surat kuasa bermaterai cukup dan ditandatangani oleh pimpinan serta dibubuhi cap badan hukum yang bersangkutan.
c. Instansi Pemerintah (Termasuk BUMN dan BUMD)
Surat tugas/surat kuasa bermaterai cukup dan ditanda tangani oleh pimpinan serta dibubuhi oleh cap instansii yang bersangkutan.
2) STNK asli dan satu lembar fotocopy.
3) BPKB asli dan satu lembar fotocopy.
b. Prosedur Pengurusan
1) Penyerahan berkas di loket pendaftaran
2) Pengambilan resi penetapan di loket penetapan
3) Pembayaran biaya di loket kasir
4) Pengambilan STNK di loket pengambilan STNK
2. Pengesahan Ulang (lima tahunan)
a. Persyaratan
1) Identitas
2) STNK asli dan satu lembar fotocopy
3) BPKB asli dan satu lembar fotocopy
4) Bukti hasil pemeriksaan fisik kendaraan bermotor
b. Prosedur Pengurusan
1) Cek fisik kendaraan bermotor
2) Pengambilan formulir di loket pendaftaran
3) Penyerahan berkas di loket pendaftaran
4) Penetapan penyerahan resi di loket penetapan
5) Pembayaran di loket kasir
6) Penyerahan STNK dan plat nomor di loket Pengambilan STNK
3. Penggantian STNK Hilang/Rusak
a. Persyaratan
1) Mengisi formulir SPPKB
2) Identitas
3) STNK yang rusak atau tanda bukti pelaporan kehilangan dari kepolisian
4) BPKB asli
5) SKPD (Surat Keterangan Pajak Daerah) tahun terakhir (yang telah divalidasi) bagi yang rusak dan tanda bukti kehilangan dari kepolisian.
6) Tanda bukti iklan kehilangan dari berita radio
7) | Tanda Bukti iklan kehilangan dari berita surat kabar |
8) | Bukti hasil pemeriksaan fisik kendaraan bermotor |
b. | Prosedur Pengurusan |
1) | Pengambilan formulir loket pendaftaran |
2) | Cek fisik no. Rangka dan no. Mesin di loket pendaftaran |
3) | Penyerahan berkas di loket pendaftaran |
4) | Penyerahan resi di loket penetapan |
5) | Pembayaran di loket kasir |
6) | Pengesahan STNK di loket Pengambilan STNK |
4. | Bea Balik Nama Kendaraab Bermotor Baru (Pendaftaran Kendaraan Baru) |
a. | Persyaratan |
1) | Mengisi formulir SPPKB |
2) | Identitas |
3) | Faktur |
4) | Sertifikat NIK/VIN dan tanda pendaftaran tipe |
5) | Kendaraan yang rubah bentuk melampirkan surat keterangan dari perusahaan |
6) | Untuk kendaraan umum melampirkan: |
a. | Izin usaha |
b. | Izin prinsip |
b. | Prosedur Pengurusan |
1) | Pembelian formulir di loket pendaftaran |
2) | Cek fisik nomor rangka dan nomor mesin loket pendaftaran |
3) | Penetapan di loket penetapan |
4) | Penyerahan resi di loket penetapan |
5) | Pembayaran di loket kasir |
6) | Pengesahan STNK di loket pengambilan STNK |
5. | Bea Balik Nama/Heregistrasi Kendaraan dari dalam Kab/Kota |
a. | Persyaratan |
1) | Mengisi formulir SPPKB |
2) | Identitas |
3) | STNK asli |
4) | BPKB asli |
5) | Kwitansi Pembelian Asli |
6) | SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) tahun terakhir |
7) | Bukti Hasil Pemeriksaan fisik kendaraan bermotor |
b. | Prosedur Pengurusan |
1) | Pembelian formulir di loket pendaftaran |
2) | Cek fisik nomor rangka dan nomor mesin loket pendaftaran |
3) | Penyerahan berkas di loket pendaftaran |
4) | Penetapan di loket penetapan |
5) | Penyerahan resi di loket penetapan |
6) | Pembayaran di loket kasir |
7) | Pengambilan STNK di loket pengambilan STNK |
8) | Penulisan BPKB di Polres |
6. | Bea Balik Nama/heregistrasi antar kab/kota dan mutasi dari luar provinsi |
a. | Persyaratan |
1) | Mengisi formulir SPPKB |
2) | Identitas |
3) | STNK asli |
4) | BPKB asli |
5) | Kwitansi Pembelian Asli |
6) | SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) tahun terakhir |
7) | Bukti Hasil Pemeriksaan fisik kendaraan bermotor |
b. | Prosedur Pengurusan |
1) | Pengurusan BPKB di Polres |
2) | Pembelian formulir di loket pendaftaran |
3) | Cek fisik nomor rangka dan nomor mesin di loket pendaftaran |
4) | Penyerahan berkas di loket pendaftaran |
5) | Penetapan di loket penetapan |
6) | Penyerahan resi di loket penetapan |
7) | Pembayaran di loket kasir |
8) | Pengesahan STNK di loket Pengambilan STNK |
9) | Pengambilan BPKB di Polres |
7. | Mutasi ke Luar Provinsi |
a. | Persyaratan |
1) | Mengisi formulir SPPKB |
2) | Identitas |
3) | STNK asli |
4) | BPKB asli |
5) Kwitansi Pembelian Asli
6) SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) tahun terakhir
7) Bukti Hasil Pemeriksaan fisik kendaraan bermotor
8) Fiskal Antar Daerah
b. Prosedur Pengurusan
1) Pendaftaran di loket pendaftaran
2) Penetapan di loket penetapan
3) Penyerahan berkas di loket penetapan
4) Pengurusan BPKB di Polres
D. Perbuatan Melawan Hukum Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Kewajiban Wajib Pajak untuk membayar pajak Progresif timbul apabila terjadi apabila seseorang membeli kendaraan bermotor roda empat lebih dari 1 (satu), dan mobil ke dua, ke tiga dan ke empat dikenakan pajak progresif.
Kenyataannya dalam masyarakat terjadi bahwa seseorang yang telah memiliki satu mobil, membeli lagi mobil kedua khususnya mobil secon, demikian pula pihak penjual mobil setelah menjual mobil lamanya membeli mobil baru, dalam kenyataannya penjual mobil hanya memiliki satu mobil karena mobil lamanya sudah dijual, namun untuk benda tidak bergerak peralihan haknya hanya dapat dilakukan dengan balik nama kendaraan bermotor tersebut.
Dengan demikian secara riil pihak penjual hanya memiliki satu mobil, namun secara hukum yang bersangkutan dianggap mempunyai 2 (dua) mobil, dan hal ini dapat terjadi apabila mobil lamanya yang dijualnya belum dilakukan balik nama
oleh pihak pembeli, dan karena secara hukum pihak penjual masih dianggap memiliki mobil lebih dari 1 (satu) maka pihak penjual mobil ini dikenakan pajak progresif.
Menurut Xxxxxxxxx, bahwa yang dimaksud dengan Pajak progresif adalah pajak yang sistem pemungutannya dengan cara menaikkan persentase kena pajak yang harus dibayar sesuai dengan kenaikan objek pajak.38
Semestinya pihak pembeli mempunyai kewajiban untuk melakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil), paling lama 12 bulan menguasai mobil yang dibelinya, agar pihak penjual tidak dikenakan pajak proresif, yakni adanya kenaikan pembayaran pajak karena dianggap memiliki mobil dua atau lebih dari satu mobil.
Pasal 7 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, bahwa :
(1) Tarif PKB badan ditetapkan sebesar 1,5 % (satu koma lima persen) untuk kepemilikan kendaraan bermotor;
(2) Tarif PKB pribadi dihitung secara progresif dan ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 1,5% (satu koma lima persen);
b. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua sebesar 2% (dua persen);
c. untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga sebesar 2,5% (dua koma lima persen);
d. untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat sebesar 3% (tiga persen); dan
e. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima dan seterusnya sebesar 3,5% (tiga koma lima persen).
38 Fajariani, Analisis Dampak Pengenaan Tarif Pajak Progresif Pada Pajak Kendaraan Bermotor Berdasarkan The Four Maxims, Jurnal Akuntansi Unesa Volume 1, 2013.
(3) Tarif PKB Umum lembaga sosial keagamaan, pemerintah pusat/pemerintah daerah, TNI, POLRI ditetapkan sebagai berikut:
a. kendaraan bermotor umum sebesar 1% (satu persen); atau
b. kendaraan bermotor sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, ambulans, pemadam kebakaran, pemerintah/TNI/ POLRI, pemerintah daerah sebesar 0,5% (nol koma lima persen).
(4) Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar sebesar 0,2% (nol koma dua persen).
Berdasarkan ketentuan tersebut seseorang yang memiliki mobil dua atau lebih dari satu (untuk mobil kedua dikenakan kenaikan 2 %, dan cara penghitungannya adalah sebagai berikut :
Contoh Mobil pertama Tuan A yakni : Avanza PKB yang telah ditetapkan dalam STNK misalnya sebesar Rp.0.000.000,- dan mobil kedua Datsun Go + Panca PKB yang ditetapkan pada STNK sebesar Rp.1.370.300,
Rumus perhitungan Pajak Progresif adalah NJKB x tarif pajak progresif, Keterangan :
- untuk mencari NJKB perhitungannya adalah (PKB/1,5) X 100 = NJKB
- Maka perhitungan pajak progresif mobil kedua Datsun Go + Panca adalah dicari terlebih dahulu NJKB nya, yakni (Rp.1.370.300/1,5) x 100= 91.353.333,33
- Maka Pajak Progresif mobil ke dua Datsun Go + Panca PKB adalah NJKB x tarif pajak progresif = Rp. 91.353.333,33 x 2 % = Rp. 1.827.066,66
Dengan demikian adanya kenaikan pajak progresif terhadap mobil kedua Datsun Go+ Panca sebesar Rp.1.827.066,66.
Dasar pengenakan pajak progresif, ditetapkan dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, menetapkan bahwa :
Kepemilikan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) sebagai berikut:
a. penghitungan progresif terhadap kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang sama; dan
b. penghitungan progresif terhadap kepemilikan kendaraan bermotor yaitu terhadap kepemilikan lebih dari 1 (satu) kendaraan bermotor roda empat atau lebih.
Dengan demikian pihak penjual mobil walaupun secara riil hanya memiliki satu mobil, karena mobil lama telah dijual, namun secara hukum karena pihak pembeli mobil belum melakukan balik nama, maka pemilikan mobil tersebut masih dianggap milik pihak penjual sehingga dikenakan pajak progresif.
Kewajiban untuk balik nama kendaraan adalah merupakan kewajiban yang telah ditetapkan dalam Pasal 23 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, dimana ditetapkan bahwa yang menjadi subjek pajak BBNKB adalah orang pribadi atau badan yang dapat menerimah penyerahan kendaraan bermotor, dan wajib pajak BBNKB adalah orang pribadi atau badan yang dapat menerimah penyerahan kendaraan bermotor.
Lebih lanjut dalam Pasal 22 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor
8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah objek BBNKB adalah penyerahan dan seorang pembeli mobil yang telah menguasai mobil tersebut selama 12 (dua belas) bulan dapat dianggap sebagai telah terjadi penyerahan mobil sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 27 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima penyerahan atau yang dapat dianggap menerima penyerahan kendaraan wajib melakukan balik nama kendaraan bermotor (mobil).
Kewajiban untuk melakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) pada pihak pembeli atau pihak yang menerima penyerahan tersebut telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, dengan demikian perikatan yang timbul di sini adalah perikatan karena Undang-undang, “yakni perikatan yang diadakan oleh Undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan”.39
Sedangkan yang dimaksudkan dengan perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.40
Dengan tidak dipenuhi kewajiban yang ditentukan dalam Undang-undang untuk melakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) oleh pihak pembeli mobil, maka pembeli mobil dapat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sehubungan dengan hal tersebut Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa : “Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut”.41
Dengan demikian sudah semestinya pihak pembeli mobil yang melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak melakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya menimbulkan kerugian pada pihak penjual yakni membengkaknya pembayaran pajak kendaraan bermotor karena
39 R. Subekti., Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, Jakarta, 2010, hal. 3.
40 I b i d, hal. 1.
41 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx., Hukum Perikatan, PT.Citra Adityt Bakti, Bandung, 2010, hal. 142.
dikenakan pajak progresif dan ini berlangsung setiap tahunnya sepanjang pihak pembeli belum melakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya.
Sehubungan dengan hal tersebut, X.X. Xxxxxx Djojodirjo., mengemukakan :
Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diartikan suatu perbuatan atau ke hal yang bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kesusilaan maupun dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain, sedangkan barang siapa karena salahnya sebagai akibat perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain berkewajiban membayar ganti rugi.42
Lebih lanjut X.X. Xxxxxx Djojodirjo., mengemukakan: Sesuatu perbuatan adalah melawan hukum, bila perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtsplicht) si pelaku.43
Dari ketentuan tersebut terdapat unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum, yakni :
- adanya perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtsplicht) dari pembeli mobil di Pontianak yakni kewajiban untuk melakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya.
- menimbulkan kerugian, yakni kerugian materiil yang diderita penjual mobil, karena pihak pembeli mobil tidak melakukan balik nama mobil yang dibelinya, maka pihak penjual dikenakan pajak progresif yakni dengan membengkaknya pembayaran pajak kendaraan bermotor roda mepat (mobil).
42 M.A. Xxxxx Xxxxxxxxxx., Perbuatan Melawan Hukum, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta, 2009, hal. 26.
43 I b i d, hal 42.
- adanya kesalahan, jelas bahwa pihak pembeli mobil di Pontianak bersalah tidak memenuhi kewajiban untuk tidak melakukan balik nama mobil yang dibelinya.
- adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian yang ditimbulkan, artinya karena perbuatan pembeli mobil di Pontianak yang tidak memenuhi kewajibannya untuk tidak melakukan balik nama mobil yang dibelinya menimbulkan kerugian pada penjual mobil, karena pihak penjual dianggap secara hukum memiliki mobil 2 (dua) atau lebih dari 1 (satu) sehingga dikenakan pajak progresif.
- Sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pembeli mobil di Pontianak, maka yang bersangkutan diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pihak penjual mobil.
Untuk membuktikan bersalah tidaknya sehingga menimbulkan kewajiban untuk membayar ganti rugi dapat dibuktikan dari bukti pembayaran pajak progresif yang telah dibayarkan pihak penjual pada Kantor Samsat, dan penyelesaiannya dapat dilakukan dengan metode mediasi ( Musyawarah) ataupun jalur hukum pengadilan.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengaturan Pelaksanaan Balik Nama Atas Obyek Kendaraan Yang Diperjual Belikan Agar Dapat Melindungi Pihak Penjual Sehubungan Dengan Pengenaan Pajak Progresif
Sebelum pembahasan lebih lanjut mengenai Pengaturan Pelaksanaan Balik Nama Atas Obyek Kendaraan Yang Diperjual Belikan Agar Dapat Melindungi Pihak Penjual Sehubungan Dengan Pengenaan Pajak Progresif, terlebih dahulu akan diuraikan gambaran umum mengenai SAMSAT, yang merupakan tempat pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) roda dua dan roda empat, Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) merupakan suatu sistem kerjasama secara terpadu antara POLRI, Dinas Pendapatan Provinsi, dan PT Jasa Raharja (Persero) dalam pelayanan untuk menerbitkan STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) yang dikaitkan dengan pemasukan uang ke kas Negara baik melalui Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), dan dilaksanakan pada satu kantor yang dinamakan Kantor Bersama SAMSAT. Hal ini dijelaskan mengenai beberapa perkembangan berdirinya SAMSAT di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
a. Perkembangan SAMSAT Periode 1933-1946
Sebelum Tahun 1933, yaitu sebelum diberlakukannya WVO (Wegverkeerordinantie) Nomor 86, STNK telah dikeluarkan oleh Polisi sebagai pelaksana dari pada hak yang dimiliki oleh Gubernur atau Presiden karena Polisi pada waktu itu berada dibawah Pemerintah Daerah yang membidangi keamanan dalam Negeri. Pada Tahun 1946, POLRI keluar dari Departemen Dalam Negeri dan berada langsung dibawah Perdana Menteri dengan tugas dan tanggung jawab yang sama yaitu keamanan dalam Negeri.
b. Perkembangan SAMSAT Periode Tahun 1946-1951
Setelah POLRI keluar dari DEPDAGRI, pelaksanaan penertiban STNK tetap oleh POLRI, dengan pengertian tetap melaksanakan hak yang dimiliki Gubernur atau Presiden dalam mengeluarkan STNK. Keadaan ini disebabkan masa peralihan yang belum sempat dibenahi, karena kesibukan dalam revolusi fisik mempertahankaan kemerdekaan Indonesia.
c. Perkembangan SAMSAT Periode Tahun 1951-1965
Dalam tahun 1951, wewenang POLRI untuk mengeluarkan STNK dipertegas dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1951 L.N. 1951 Nomor 42 tanggal 30 Juni 1951 yang merubah dan menambah
UUL tahun 1933 (WVO) sebagai berikut.
Pasal 6 Ayat (2): Keterangan mengemudi diberikan oleh Kepala Kepolisian karesidenan. Pasal 8 Ayat (2): Nomor dan huruf atas permohonan diberikan kepada pemilik-pemilik atau pemegang-pemegang kendaraan bermotor oleh Kepala Kepolisian Karesidenan dalam wilayah/kekuasaan setiap kendaraan itu berbeda.
Dengan demikian yang dimiliki hak atas kuasa Undang-Undang untuk memberikan SIM dan STNK adalah murni POLRI, bukan lagi Polisi menjalankan hal yang dimiliki oleh Gubernur/Presiden.
Pada periode ini, telah mulai berkembang perasaan kebutuhan untuk mengkaitkan administrasi STNK dengan sektor pemasukan uang ke kas negara, yang sebenarnya termasuk kepentingan bidang kesejahtraan (bestuur), karena sulit untuk dicari jalan lain, maka dikaitkan dengan pengeluaran STNK yang menjadi
bidang dari pada keamanan dalam negeri (security/yustisiil). Hal ini mulai direalisasikannya dengan keluarnya:
1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 27 Tahun 1959, Pasal 31 ayat (1) mengenai larang bagi POLRI untuk mengeluarkan STNK sebelum pemilik kendaraan bermotor menyerahkan bukti pelunasan Bea Balik Nama (BBN).
2. Peraturan pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang larangan bagi POLRI mengeluarkan STNK sebelum pemilik kendaraan bermotor menyerahkan bukti pembayaran Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
3. Intruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/IN/1966, tanggal 16 September 1966 tentang penginvestasian pemungutan Pajak dalam rangka usaha meningkatkan penerimaan negara. Dengan demikian pada periode ini rintisan kearah terbentuknya SAMSAT telah dimulai. Karena terjadi banyak kendala, maka Pemerintah pada tanggal 28 Desember 1976 menerbitkan surat keputusan bersama Menhakam/Pangab, Menkeu, dan Mendagri No.Kep/13/XII/1976, Kep 1169/MKIV/76, No.311 Tahun 1976 tentang penyederhanaan pajak kendaraan bermotor yang berkaitan dengan pelayanan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) dalam suatu kantor bersama SAMSAT. Dengan diterbitkan surat keputusan bersama ini diharapkan dapat menciptakan keseragaman pengurusan STNK diseluruh wilayah Indonesia.
Tujuan dari penyatuan ini adalah mempermudah pengurusan pajak Kendaraan bermotor serta meningkatkan pelayanan kepada para pemilik kendaraan bermotor.
Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan Negara dan Daerah. Keuntungan terbentuknya SAMSAT adalah sebagai berikut.
1. Adanya kerja sama instansi-instansi yang tergabung dalam pelaksanaan SAMSAT (POLRI, DISPENDA dan Jasa Raharja).
2. Adanya sistem pengurusan STNK, PKB, BBNKB, dan SWDKLLJ yang seragam.
3. Pengenaan pajak dan SWDKLLJ disesuaikan dengan masa berlakunya STNK, terhitung sejak tanggal pendaftaran dan setiap tahun wajib pajak melaksanakan pengesahan STNK.
4. Penertiban STNK/TNKB dapat dibayar sekaligus di satu tempat.
5. Pelayanan dilakukan secara ”open service'', wajib pajak dilayani
langsung tatap muka dengan petugas pelayanan.
6. Berlakunya azas FIFO (first in first out), wajib pajak yang datang pertama dilayani lebih dulu.
Dengan demikian, latar belakang terbentuknya SAMSAT memang lebih banyak diwarnai peningkatan bidang property di banding bidang security-nya, Namun demikian, bidang security yang menjadi tugas pokok POLRI, sesuai dengan penjelasan Pasal 10 Undang-Undang No. 3 Tahun 1965, yaitu bahwa maksud penomoran kendaraan bermotor adalah untuk kepentingan penyidikan, maka fungsi security oleh POLRI dikantor SAMSAT tidak boleh luntur dengan menitikberatkan pada usaha usaha pelayanan saja. Tahun 1993 erdapat revisi Instruksi Bersama Xxxxxxxxx Xxxxxx, Mendagri dan Menkeu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 yaitu dengan masa berlaku STNK
dari 1 Tahun menjadi 5 Tahun namun pembayaran PKB dan SWDKLLJ dilaksanakan setiap tahun melalui pengesahan STNK dilaksanakan oleh POLRI Dengan demikian SAMSAT sampai sekarang masih tetap beroperasional dengan baik, terbukti dengan terselenggaranya pelayanan publik melalui kerjasama antar Instansi melalui SAMSAT.
Setelah diketahui sejarah singkat tempat pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)m yakni SAMSAT, maka selanjutnya akan dibahas Pengaturan Pelaksanaan Balik Nama Atas Obyek Kendaraan Yang Diperjual Belikan Agar Dapat Melindungi Pihak Penjual Sehubungan Dengan Pengenaan Pajak Progresif.
Adapun dasar dikenakan pajak progresif kendaraan bermotor roda empat adalah adanya penyerahan, dan dalam kontek ini penyerahan tersebut berasal dari jual beli mobil.
Untuk sahnya suatu perjanjian jual-beli kendaraan bermotor roda empat (mobil) harus memenuhi beberapa syarat-syarat yang ditetapkan yaitu :
Jual-beli itu sah, ia harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang untuk saling berbuat persetujuan.
Syarat-syarat itu kita temukan di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi :
a. Sepakat mereka mengikatkan dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal.44
Dua syarat yang pertama (a dan b) disebut dengan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir (c dan d) disebut dengan syarat objektif.
44 Xxxxxxx, Persetujuan Jual Beli Menurut KUH Perdata, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta, 2010, hal. 8.
Terhadap syarat subjektif jika tidak dipenuhi dapat dimintakan pembatalan perjanjian, sedangkan syarat objektif jika tidak dipenuhi batal demi hukum, artinya perjanjian sejak semula dianggap tidak pernah terjadi.
Dengan adanya ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata para pihak yang terikat dalam perjanjian jual beli kendaraan bermotor roda empat (mobil) ini harus memenuhi syarat-syarat tersebut seluruhnya sehingga perjanjian yang mereka buat sah menurut hukum.
Dengan dipenuhinya kedua syarat tersebut, maka jual-beli kendaraan bermotor roda empat (mobil) ini dianggap telah sah dan mengikat kedua belah pihak pada saat kedua belah pihak tersebut mencapai kata sepakat untuk mengadakan perjanjian.
Sehubungan dengan hal tersebut R. Subekti., mengatakan :
Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut azas konsenualisme artinya ialah hukum perjanjian dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu menganut azas bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan sepakat saja bahwa perjanjian itu (dan dengan demikian perikatan yang timbul karenanya”) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus sebagai mana dimaksudkan di atas pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya.45.
Apabila dihubungkan dengan pendapat tersebut dengan adanya jual-beli kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang terjadi antara pihak pemilik kendaraan bermotor berkas dan pihak pembeli maka perjanjian jual-beli itu dianggap sah dan mengikat kedua belah pihak pada saat mereka saling bersepakat untuk mengadakan perjanjian tersebut.
45 R.Subekti, Op.Cit, hal. 3.
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa perjanjian jual beli kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang telah mereka buat berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak. Ini berarti para pihak yang telah mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut haruslah mentaatinya, yaitu sama seperti mereka mentaati suatu undang-undang. Jika salah satu pihak ada yang melanggar perjanjian itu maka pihak tersebut telah melanggar suatu undang- undang yang berlaku bagi kedua belah pihak tersebut.
Dengan demikian segala hak dan kewajiban dalam perjanjian jual beli tersebut harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Ada dua kewajiban pokok (essensial) secara timbal balik dalam perjanjian jual beli khususnya jual beli kendaraan bermotor roda empat yakni penyerahan barang yang dijual dan pembayaran harga barang yang dibeli.
Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijualnya kepada pihak pembeli sekaligus berhak akan pembayaran harga barang tersebut, demikian pula sebaliknya pihak pembeli berkewajiban untuk membayar sejumlah uang sebagaimana yang disepakati untuk pembayaran harga barang yang dibeli sekaligus berhak untuk menerima penyerahan barang yang dibelinya.
Sebagaimana dikemukan oleh X.Xxxxxxx, bahwa :
Jual-beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji menyerahkan hak milik atas suatu barang sedangkan pihak yang lainnya ( si pembeli) berjanji untuk membayar harga
yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik
tersebut”.46
Berdasarkan pengertian jual beli – tersebut, bahwa unsur-unsur pokok (esensial) di dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas “ konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Dalam perjanjian jual beli tersebut yang menjadi objek perjanjiannya adalah kendaraan bermotor roda empat, sedangkan subjek hukumnya adalah penjual dan pembeli.
KUH Perdata menentukan bahwa kewajiban seorang penjual diatur dalam Pasal 1474 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pihak penjual mempunyai dua kewajiban utama yaitu :
1. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan.
2. Menanggung kenikmatan secara tentram bagi pembeli atas pemakaian barang tersebut dan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi.
Adapun barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagaimana adanya pada saat persetujuan dilakukan serta mulai saat terjadinya pernjualan. Jadi kewajiban dari pihak pernjual yang pertama ini adalah menyerahkan barang yang diperjual- belikan.
Sedangkan kewajiban yang kedua adalah kewajiban untuk menanggung (vrijwaring) adalah merupakan kewajiban bagi pihak penjual untuk memelihara
46 X.Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxxan, Alumni Bandung, 2010, hal. 1.
barang yang dijualnya, serta menjamin barang tersebut agar supaya tidak terdapat cacat-cacat tersembunyi di dalam barang itu dan yang dapat memberikan kepuasan kepada pihak pembeli.
Sehubungan dengan hal tersebut X. Xxxxx Xxxxxxx., menyatakan bahwa :
Kewajiban menjamin atau menanggung ini sesuai dengan ketentuan pasal 1491 KUH Perdata penjual harus menanggung atau menjamin barang yang dijual dalam keadaan :
- tentram dan damai (rustig dan vreedezaam) dalam kekuasaan pemilikan pembeli tanpa ganggu gugat dari siapapun juga
- menjamin bahwa barang yang dijual tidak mempunyai cacat tersembunyi dan cacat yang nyata.47
Dari pendapat tersebut dapatlah diterangkan bahwa apabila kedua ketentuan tersebut tidak ditanggaung atau dijamin oleh pihak penjual, maka dalam hal ini pihak pembeli dapat mengajukan pembatalan perjanjian yang telah dibuat oleh pihak penjual. Juga mengenai kewajiban bagi pembeli ini diatur dalam KUH Perdata Pasal 1513 yang antara lain menyebutkan bahwa pihak pembeli mempunyai kewajiban utama yaitu membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagai mana ditetapkan menurut persejanjian.
Dengan dipenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentuksn dalsm Pasal 1320 KUH Perdata, maka perjanjian jual-beli kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibuat antara pihak pembeli dan pihak penjual dapat dinyatakan sah, namun dalam perjanjian jual beli kendaraan bermotor roda empat (mobil) penyerahannya tidak dapat dilakukan seketika itu juga kepada pihak pembeli melainkan setelah dilakukan balik nama untuk atas nama pihak pembeli,
47 X.Xxxxx Xxxxxxx., Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 2011, hal. 190.
karena untuk penyerahan barang tidak bergerak hanya dapat dilakukan dengan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil).
Untuk penyerahan hak milik kendaraan bermotor roda empat yang dibeli pihak pembeli berlaku ketentuan dalam hukum benda, dan kendaraan bermotor roda empat termasuk ke dalam benda tak bergerak, sehubungan bendak tak bergerak tersebut Pitlo mengemukakan :
“Pengetahuan sekarang mengenal pembedaan benda atas benda atas nama dan benda tidak atas nama. Pada umumnya benda-benda atas nama adalah terdaftar di dalam register dan disebutkan atas nama yang berhak, benda- benda tak bergerak terdaftar dalam register umum di Kantor-kantor hipotik, sedangkan benda-benda bergerak hampir semuanya merupakan benda-benda tidak atas nama”.48
Mendasarkan pada pendapat tersebut, jelas dapat dinyatakan bahwa kendaraan bermotor roda empat adalah merupakan benda tak bergerak, karena merupakan benda atas nama yang terdaftar pada Kantor Samsat.
Pembedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak, berhubungan dengan 4 (empat) hal, yakni :
1. bezit;
2. levering (penyerahan);
3. Verjaring (kadaluwarsa);
4. bezwaring (pembebanan).49
Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx., menjelaskan bahwa :
Ad.1. Mengenai bezit misalnya terhadap barang bergerak berlaku azas seperti tercantum dalam Pasal 1977 KUH Perdata yaitu bezitter dari barang bergerak adalah sebagai eigenaar dari barang tersebut, sedangkan kalau mengenai barang tak bergerak tidak demikian halnya.
48 Sri Soedewi Xxxxxxxxx Xxxxxx., Hukum Perdata, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 2011, Hal. 21.
49 I b i d, hal. 22
Ad.2. Mengenai levering terhadap benda bergerak itu dapat dilakukan dengan penyerahan nyata, sedangkan terhadap benda tak bergerak dilakukan dengan balik nama.
Ad.3. Mengenai verjaring, ini juga berlainan, terhadap benda-benda bergerak itu tidak dikenal verjaring sebab bezit di sini sama dengan eigendom atas benda bergerak itu, sedangkan untuk benda-benda tak bergerak mengenal adanya verjaring.
Ad.4. Mengenai bezwaring (pembebanan) terhadap benda bergerak harus dilakukan dengan pand sedangkan terhadap benda tak bergerak harus dilakukan dengan hipotik.50
Sehubungan dengan perjanjian jual beli kendaraan bermotor roda empat, maka dapat dinyatakan bahwa kendaraan bermotor roda empat adalah termasuk ke dalam golongan benda bergerak dan pembedaan benda bergerak dan tak bergerak dimaksud penting sehubungan dengan penyerahan barang (kendaraan bermotor roda empat) yang merupakan kewajiban yang timbul dari perjanjian jual beli.
Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx., mengemukakan : Yang dimaksud dengan penyerahan adalah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu.51
Dengan demikian perjanjian jual beli hanya bersifat obligatoir, seperti yang dikemukakan oleh Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx., bahwa :
Ciri khas dari KUH Perdata perjanjian jual beli hanya bersifat obligatoir saja yaitu hanya melahirkan kewajiban saja, ialah kewajiban untuk menyerahkan barangnya bagi penjual dari kewajiban untuk membayar harganya bagi pembeli, tidak berakibat berpindahnya hak milik atas barang, hak milik atas barang itu baru berpindah kepada pembeli setelah adanya penyerahan, jadi penyerahan di sini adalah merupakan perbuatan yuridis.52
Penyerahan hak milik dari kendaraan bermotor roda empat baru terjadi setelah dilakukan balik nama dari atas nama penjual kepada atas nama pihak pembeli,
50 I b i d, hal. 22-24
51 I b i d, hal. 67.
52 I b i d, hal. 67.
dengan demikian hak milik xxxxxxxan bermotor roda empat yang dibeli pihak pembeli baru beralih kepada pembeli setelah dilakukan balik nama.
Kewajiban menyerahkan hak milik itu meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan dari pihak penjual kepada pihak pembeli. Sehubungan dengan perjanjian jual-beli kendaraan bermotor roda empat ini perpindahan hak milik tidak hanya dengan dilakukan penyerahan yang dilakukan secara nyata saja melainkan harus dilakukan balik nama. Setelah dilakukan balik nama baru secara hukum kendaraan bermotor baru sah menjadi milik pembeli.
Dalam hubungannya dengan balik nama kendaraan bermotor tersebut terkait masalah pajak, khususnya pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang dibayarkan wajib pajak pada saat melakukan balik nama kendaraan bermotor, selain kewajiban wajib pajak untuk membayar pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya dan pajak progresif yang dikenakan kepada pemilik mobil lebih dari satu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat diperoleh keterangan bahwa : Pajak Kendaraan Bermotor atau biasa disingkat PKB merupakan salah satu jenis pajak daerah. Secara umum perpajakan dijalankan dengan 3 prinsip: kemampuan, manfaat, dan keadilan berdasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah.53
53 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
Sedangkan tentang pajak Progresif, lebih lanjut Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat mengemukakan bahwa :
Maksud dan tujuan pengenaan pajak progresif adalah untuk memenuhi rasa keadilan dan mempertimbangkan azas kemampuan wajib pajak atas kepemilikan kedua dan seterusnya, dimana orang yang memiliki kemampuan ekonomi lebih besar yang direpresentasikan dengan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh wajib pajak. Penerapan pajak progresif terhadap kendaraan bermotor ini diharapkan juga mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Pontianak dan pengenaan pajak progresif ini didasarkan pada Peraturan Gubernur tentang pemungutan pajak progresif di Kalimantan Barat di keluarkan sejak 20 Desember 2010, dan mulai di berlakukan pada tanggal 20 Desember 2010.54
Tujuan dari pajak progresif, dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari orang-orang yang memiliki kemampunan ekonomi lebih yakni dengan pemilikan mobil lebih dari satu, dan pajak progresif ini merupakan penerapan pasal 7 ayat 2 Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah yang telah Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah. Pajak progresif ini berlaku bagi kepemilikan kedua dan seterusnya kendaraan roda 4 (empat) atau lebih.
Penetapan pajak progresif untuk pertama kali didasarkan pada urutan tanggal pendaftaran yang telah direkam pada database objek kendaraan Bermotor. Selanjutnya apabila ada perubahan kepemilikan wajib pajak harus melaporkan untuk urutan kepemilikan.
Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, mengemukakan bahwa:
Kepemilikam kendaraan bermotor untuk penetapan pajak progresif
54 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan atau alamat yang sama, maksud dari pernyataan tersebut adalah nama dan atau alamat yang sama dalam suatu keluarga yang dibuktikan dengan Kartu Susunan Keluarga (KSK) yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.55
Pengenaan pajak progresif ini tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah,
(1) Tarif PKB badan ditetapkan sebesar 1,5 % (satu koma lima persen) untuk kepemilikan kendaraan bermotor;
(2) Tarif PKB pribadi dihitung secara progresif dan ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 1,5% (satu koma lima persen);
b. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua sebesar 2% (dua persen);
c. untuk kepemilikan kendaraan bermotor ketiga sebesar 2,5% (dua koma lima persen);
d. untuk kepemilikan kendaraan bermotor keempat sebesar 3% (tiga persen); dan
e. untuk kepemilikan kendaraan bermotor kelima dan seterusnya sebesar 3,5% (tiga koma lima persen).56
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, pajak progresif kendaraan bermotor dikenakan berdasarkan nama dan/atau alamat yang sama dalam satu keluarga. Sehingga wajib pajak yang memiliki kendaraan bermotor lebih dari satu unit, dan dalam hubungan dengan ini Kepala Sat Lantas Pontianak mengemukakan bahwa :
55 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
56 Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
Sebaiknya melakukan balik nama terhadap kendaraan bermotor yang dimilikinya agar tidak terdaftar di database bahwa kendaraan-kendaraan tersebut termasuk kendaraan bermotor yang dikenakan pajak progresif, apabila ternyata kendaraan bermotor tersebut (mobil) telah berpindah tangan atau dimiliki oleh pihak lain karena jual beli.57
Lebih lanjut Kepala Sat Lantas Pontianak mengemukakan bahwa :
Agar penerapan pajak progresif ini berjalan sesuai yang diharapkan, maka Kantor Bersama SAMSAT Kota Pontianak memiliki petugas di lapangan yang bertugas dalam hal sosialisasi untuk menyampaikan kepada wajib pajak agar melaporkan kepemilikan kendaraan bermotor mereka dengan membagikan formulir pernyataan kepemilikan kendaraan bermotor mereka yang nantinya akan diisi oleh wajib pajak. Hal ini bertujuan untuk verifikasi apakah kendaraan tersebut masih dimiliki dan/atau dikuasai atau sudah berpindah ke orang lain. 58
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa pengenaan pajak progresif dikenakan terhadap pemilik kendaraan bermotor roda empat atau mobil lebih dari 1 (satu), dan apabila dalam pemilik mobil 2 (dua) dan salah satunya telah dijual kepada pihak lainnya, maka harus melaporkan kepada Samsat atas berpinda tangan kendaraan bermotor roda empat atau mobil tersebut agar atau pihak pembeli mobil melakukan balik nama kepemilikan mobil, agar pemilik mobil tersebut tidak termasuk dalam daftar wajib pajak progresif.
Berikut adalah tabel yang menjelaskan jumlah unit kendaraan pajak progresif perbulan yang dimulai pada bulan Januari sampai Desember 2016.
TABEL 1
JUMLAH UNIT KENDARAAN PAJAK PROGRESIF PERBULAN
57 Xxxxx Xxxxxxxxx dengan Kepala Sat Lantas Pontianak, tanggal 6 Desember, 2016
58 Xxxxx Xxxxxxxxx dengan Kepala Sat Lantas Pontianak, tanggal 6 Desember, 2016
TAHUN 2016
Bulan | Kepemilikan ke 2 | Kepemilikan ke3 | Kepemilikan ke 4 | Kepemilikan ke 5 | ||||
Unit | Rata rata Perhari Membaya r Pajak Progresif | Unit | Rata rata Perhari Membay ar Pajak Progresif | Unit | Rata rara perhari Memba yar Pajak Progre sif | Unit | Rata rat a Perhari Membay ar Pajak Progres if | |
Januari | 100 | 8 | 17 | - | 7 | - | 4 | - |
Februari | 112 | 7 | 20 | - | 3 | - | 2 | - |
Maret | 100 | 8 | 17 | - | 7 | - | 4 | - |
April | 137 | 7 | 18 | - | 5 | - | 2 | - |
Mei | 110 | 5 | 22 | - | 4 | - | 4 | - |
Juni | 112 | 7 | 20 | - | 3 | - | 2 | - |
Juli | 121 | 6 | 21 | - | 5 | - | 2 | - |
Agustus | 120 | 6 | 22 | - | 2 | - | 3 | - |
September | 132 | 7 | 32 | - | 3 | - | 2 | - |
Oktober | 100 | 8 | 34 | - | 4 | - | 4 | - |
November | 211 | 5 | 24 | - | 5 | - | 3 | - |
Desember | 240 | 8 | 35 | - | 3 | - | 3 | - |
Jumlah | 1595 | 102 | 282 | 51 | - | 35 | - |
Sumber: SAMSAT Kota Pontianak, 2016
Berdasarkan data yang diperoleh dari SAMSAT Kota Pontianak bahwa dalam 1 hari SAMSAT Kota Pontianak menangani paling sedikit sekitar 80-100 unit kendaraan roda empat/lebih, tetapi hanya 1-2 unit atau paling banyak 7 unit perhari kendaraan yang membayar pajak progresif, padahal menurut pihak aparat pajak dalam database banyak kendaraan yang terkena pajak progresif sebelum pengenaan pajak progresif. Data yang terdapat di SAMSAT Kota Pontianak jumlah kendaraan yang terkena pajak progresif berbeda-beda, dimana unit kendaraan yang paling banyak terkena pajak progresif adalah pada kepemilikan
kedua, kemudian disusul pada kepemilikan ketiga, keempat, kelima dan seterusnya.
Berdasarkan hasil wawancara yang Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, diperoleh keterangan bahwa :
“Sejak Januari 2010, pajak progresif kendaraan bermotor memang telah diberlakukan tetapi sifatnya masih sosialisasi saja. Pada Januari 2015 hingga Desember 2015, wajib pajak diberi kesempatan untuk mengatur urutan kepemilikan kendaraan bermotornya dengan diberikan Bea Balik Nama (BBN) gratis”. Hal ini merupakan salah satu cara yang diberikan oleh Kantor Bersama SAMSAT Kota Pontianak untuk meringankan beban yang dikenakan bagi wajib pajak yang memang telah lebih dulu memiliki kendaraan lebih dari satu unit. 59
Setelah periode yang ditentukan tersebut, pajak progresif kendaraan bermotor berjalan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Wajib pajak sudah tidak bisa mengatur urutan kepemilikan kendaraan bermotornya. Kepemilikan kendaraan bermotor itu sendiri ditetapkan berdasarkan tanggal wajib pajak memiliki kendaraan tersebut. Kantor Bersama SAMSAT Kota Pontianak yang berwenang mengurus segala hal terkait pajak kendaraan bermotor, termasuk di dalamnya pajak progresif, tentu saja telah menyiapkan berbagai cara untuk meminimalisir berbagai permasalahan yang timbul dalam penerapan pajak progresif. Untuk faktor sarana dan prasarana, memberikan pelayanan berupa yaitu adanya SAMSAT Drive Thru, dan SAMSAT Keliling. Selain itu wajib pajak dapat bertanya setiap saat terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan pajak progresif kendaraan bermotor di kantor SAMSAT Kota Pontianak.
59 Xxxxx Xxxxxxxxx dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
Untuk menyelesaikan kasus terkait kendaraan yang sudah dijual tapi Belum dibalik nama, Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat di Kantor Bersama SAMSAT Kota Pontianak mengatakan :
Untuk kendaraan yang sudah dijual tapi Belum dibalik nama, ada solusinya yaitu, wajib pajak (pihak penjual) dapat melaporkan kepada SAMSAT untuk melakukan pemblokiran terhadap kendaraan yang telah dijual atau tidak lagi dimilikinya. Hal tersebut dinamakan pelayanan Lapor Jual, dan dengan adanya Lapor Jual dan pemblokiran nomor, maka data kepemilikan akan dihapus sehingga wajib pajak tidak perlu untuk membayar pajak kendaraan bermotor yang sudah tidak lagi dimilikinya.60
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa pemilik asal mobil (pihak penjual) dapat tidak dikenakan pajak progresif dengan ketentuan pihak penjual mobil tersebut melaporkan kepada SAMSAT tentang telah terjadi transaksi jual mobil sehingga pihak SAMSAT dapat memblokir dari kepemilikan pihak penjual dan pada akhirnya pihak penjual tidak dikenakan kewajiban membayar pajak progresif, karena tidak lagi memiliki mobil dua sebagai dasar pengenaan pajak progresif.
Terhadap kendaraan bermotor roda 4 (mobil) yang telah dibalik nama, Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, mengemukakan bahwa: Mobil yang telah dilakukan balik nama, maka pihak penjual yang sebelumnya memiliki mobil 2 (dua) tidak lagi dikenakan pajak progresif, karena salah satunya telah dijual dan telah dilakukan balik nama.61
Permasalahannya di lapangan terjadi bahwa pihak pembeli mobil tidak melakukan balik nama mobil yang dibelinya hingga bertahun-tahun dan bahkan ada sampai
60 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
61 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
mobil terjual kembali kepada pihak lain mobil tetap atas nama pihak penjual pertama, dan dalam hal ini yang menanggung pajak progresifnya adalah pihak penjual pertama setiap tahunnya dalam hal pihak penjual pertama tidak dapat melaporkan pemblokiran kepemilikannya karena telah terjadi jual beli di Kantor SAMSAT Kota Pontianak.
Dalam hubungan dengan hal ini, Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, menyatakan bahwa : Mengetahui dalam praktek banyak terhadi jual beli mobil, tetapi hnya sedikit sekali pihak penjual yang melaporkan untuk pemblokiran kepemilikan mobil yang telah dijualnya.62
Selanjutnya perlu diketahui siapa yang berkewajiban untuk melakukan proses balik nama mobil yang telah diperjual belikan tersebut, Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, menyatakan bahwa : Pihak yang berkewajiban untuk melakukan proses balik nama mobil dalam transaksi jual beli adalah pihak yang menerima penyerahan, dalam hal ini adalah pihak pembeli, dan pihak pembeli sudah dianggap sebagai pihak yang menerima penyerahan apabila telah menguasai mobil tersebut dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan. 63
Dengan demikian apabila pihak pembeli baru menguasai mobil yang dibelinya belum sampai 12 (dua belas) bulan, dan mobil tersebut dijual kembali kepada pihak lain atau pada saat jatuh tempo pembayaran pajak mobil yang dikuasai belum nyampai 12 (dua belas) bulan maka pihak pembeli belum berkewajiban
62 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
63 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
untuk membayar pajak progresif, namun apabila belum nyampai 12 (dua belas) bulan pihak pembeli menguasai mobil yang dibelinya jatuh tempo pembayaran pajak dan pihak penjual telah melakukan pemblokiran kepemilikan mobil karerna telah dijual, maka yang berkewajiban membayar pajak progresif.
Untuk mengetahui sudah berapa lama kendaraan bermotor roda empat (mobil) tersebut dibeli oleh pihak pembeli, dapat diketahui melalui tabel berikut ini :
TABEL 2
LAMA WAKTU KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT (MOBIL) YANG TELAH DIBELI OLEH PIHAK PEMBELI
No. | Alternatif Jawaban | Frekuensi ( F ) | Prosentase ( % ) |
1. | Belum sampai 1 tahun: | 2 | 10,00 |
2. | 1 – 2 tahun; | 5 | 25,00 |
3. | 3 – 4 tahun; | 12 | 60,00 |
4. | Di atas 4 tahun. | 1 | 5,00 |
N = 20 | 20 | 100,00 |
Sumber Data : Hasil Penelitian Lapangan Yang Diolah
Berdasarkan tabel 2 tersebut, dapat diketahui 2 orang pembeli kendaraan bermotor (10 %) menyatakan bahwa kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya belum sampai 1 tahun, 5 orang pembeli kendaraan bermotor (25 %) menyatakan bahwa kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya sudah 1 hingga 2 tahun, 12 orang pembeli kendaraan bermotor (60 %) menyatakan bahwa kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya sudah berkisar antara 3 hingga 4 tahun, dan 1 orang pembeli kendaraan bermotor (5 %) menyatakan bahwa kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya sudah lebih dari 4 tahun.
Dengan demikian sebagian besar kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibeli oleh pihak pembeli tersebut sudah lama dikuasai oleh pihak pembeli, apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 22 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, ditentukan bahwa :
(1) Objek BBNKB adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor.
(2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
(3) Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. kereta api;
b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga- lembaga Internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah;
(4) Penguasaan Kendaraan Bermotor melebihi 12 (dua belas) bulan dapat dianggap sebagai penyerahan.
(5) Penguasaan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak termasuk penguasaan Kendaraan Bermotor karena perjanjian sewa beli.
(6) Termasuk penyerahan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemasukan Kendaraan Bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di daerah, kecuali:
a. untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan;
b. untuk diperdagangkan;
c. untuk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia; dan
d. digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf Internasional.
(7) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c tidak berlaku apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia.64
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kendaraan bermotor yang dibeli pihak pembeli tersebut sudah menjadi objek pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN.KB), karena yang menjadi objek pajak BBN.KB adalah penyerahan kendaraan bermotor, dan pembeli dianggap telah menerima penyerahan karena pihak pembeli telah menguasai kendaraan bermotor tersebut melebihi dari 12 (dua belas) bulan,
Pasal 23 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah, ditentukan bahwa :
1) Subjek Pajak BBNKB meliputi orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor.
(2) Wajib Pajak BBNKB meliputi orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan kendaraan bermotor.65
64 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
65 Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah
Dengan demikian dapat diketahui bahwa orang pribadi atau ahli waris atau badan yang menerima penyerahan atau yang dapat dianggap menerima penyerahan kendaraan, oleh karenanya diwajibkan untuk melakukan balik nama kendaraan bermotor roda 4 (mobil) yang dibelinya dari pihak penjual dan membayar pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN.KB).
Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka perlu diketahui apakah kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibeli oleh pihak pembeli tersebut sudah diproses balik namanya atau belum, untuk mengetahui hal ini dapat diketahui melalui tabel berikut ini :
TABEL 3
PENGURUSAN PROSES BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT (MOBIL) OLEH PIHAK PEMBELI
No. | Alternatif Jawaban | Frekuensi ( F ) | Prosentase ( % ) |
1. | Sudah; | 1 | 5,00 |
2. | Belum; | 17 | 85,00 |
3. | Sedang dalam proses | 2 | 10,00 |
N = 20 | 20 | 100,00 |
Sumber Data : Hasil Penelitian Lapangan Yang Diolah
Berdasarkan tabel 3 tersebut, dapat diketahui hanya 1 orang pembeli kendaraan (5
%) menyatakan sudah melakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya, 17 orang pembeli kendaraan (85 %) menyatakan belum
melakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya, sedangkan 2 orang pembeli kendaraan (10 %) menyatakan sedang dalam proses balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya.
Dengan demikian sebagian besar pihak yang menerima penyerahan kendaraan bermotor (pembeli) belum melakukan balik nama kendaraan bermotor roda (mobil), meskipun kendaraan tersebut telah dikuasainya melebihi dari 12 (dua belas bulan),
sehubungan dengan belum dilakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil), perlu diketahui identitas yang dipergunakan untuk pembayaran pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya, dan untuk mengetahui hal ini dapat diketahui melalui tabel di berikut ini :
TABEL 4
IDENTITAS YANG DIPERGUNAKAN UNTUK PEMBAYARAN PAJAK SETIAP TAHUNNYA
No. | Alternatif Jawaban | Frekuensi ( F ) | Prosentase ( % ) |
1. 2. | Identitas pihak penjual (pemilik lama); Identitas pihak pembeli, karena langsung balik nama. | 20 0 | 100,00 0,00 |
N = 20 | 20 | 100,00 |
Sumber Data : Hasil Penelitian Lapangan Yang Diolah
Berdasarkan data dari tabel 4 tersebut, ternyata seluruh pembeli kendaraan bermotor roda empat (mobil) (100, 00 %) menyatakan untuk membayar pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya pihak pembeli menggunakan identitas pemilik lama kendaraan bermotor roda empat (mobil) dan tidak ada seorangpun pembeli kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dijadikan responden (0
%) menyatakan untuk membayar pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya pihak pembeli menggunakan Identitas pihak pembeli, karena langsung balik nama.
Sehubungan ada pihak penerima penyerahan (pembeli) yang tidak melakukan balik nama kendaraan bermotor meskipun telah menguasai kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dibelinya melebihi 12 (dua belas) bulan, maka perlu diketahui apakah pihak penerima penyerahan (pembeli) kendaraan bermotor roda empat (mobil) tersebut mengetahui adanya ketentuan yang mengatur bahwa pihak yang menerima penyerahan kendaraan bermotor yang telah menguasai kendaraan bermotor melebihi 12 (dua belas) bulan, harus melakukan balik nama kendaraan dan membayar pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN.KB), dan untuk mengetahui hal ini dapat diketahui melalui tabel di bawah ini :
TABEL 5
PENGAKUAN PEMBELI TENTANG ADANYA KEWAJIBAN UNTUK BALIK NAMA KENDARAAN YANG TELAH DIKUASAI
MELEBIHI DUA BELAS BULAN
No. | Alternatif Jawaban | Frekuensi ( F ) | Prosentase ( % ) |
1. 2. | Mengetahui; Tidak mengetahui. | 0 17 | 0,00 100,00 |
n = 17 | 17 | 100,00 |
Sumber Data : Hasil Penelitian Lapangan Yang Diolah
Berdasarkan data dari tabel 5 tersebut, dapat diketahui bahwa seluruh pihak pembeli kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang dijadikan responden (100
%) menyatakan tidak mengetahui adanya ketentuan yang mengharuskan balik nama kendaraan dan membayar pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN.KB), apabila kendaraan bermotor yang dibelinya tersebut telah dikuasainya melebihi 12 (dua belas) bulan.
Sehubungan dengan tidak dilakukan proses balik nama kendaraan bermotor tersebut, perlu diketahui apakah pihak penerima penyerahan kendaraan bermotor roda empat (mobil) pernah dikenakan sanksi atau tidak, untuk mengetahui hal tersebut dapat diketahui malalui tabel di bawah ini :
TABEL 6
SANKSI ATAS TIDAK MELAKUKAN PROSES BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT (MOBIL)
No. | Alternatif Jawaban | Frekuensi ( F ) | Prosentase ( % ) |
1 2. | Pernah; Tidak pernah. | 0 17 | 00,00 100,00 |
n = 17 | 17 | 100,00 |
Sumber Data : Hasil Penelitian Lapangan Yang Diolah
Berdasarkan tabel 6 tersebut, dapat diketahui seluruh pihak penerima penyerahan (pembeli) kendaraan bermotor (100 %) menyatakan bahwa atas tindakannya tidak melakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) meskipun telah dikuasainya lebih dari 12 (dua belas) bulan tidak pernah dikenakan sanksi.
Sehubungan dengan tidak pernahnya pihak pembeli kendaraan bermotor roda 4 (mobil) yang telah menguasai lebih 12 (dua belas) bulan mobil yang dibelinya dikenakan sanksi, Kepala Sat Lantas Pontianak, mengemukakan : Sulit untuk menerapakan sanksi atas belum dilakukan balik nama kendaraan bermotor roda empat (mobil) meskipun telah dikuasai lebih 12 (dua belas) bulan, terkecuali adanya laporan dari pihak penjual mobil yang menyatakan mobil tersebut sudah dijual.66
Dapat dimaklumi aparat menyatakan kesulitan untuk menerapkan sanksi terhadap pihak pembeli kendaraan bermotor roda empat (mobil) yang tidak melakukan balik nama kendaraan bermotor, karena pada saat pembayaran pajak setiap tahunnya pihak pembeli menggungakan identitas pemilik lama (pihak penjual) sehingga tidak diketahui adanya transaksi jual beli.
B. Perlindungan Hukum Terhadap Pejual Kendaraan Bermotor Roda Empat Dan Belum Dilakukan Balik Nama Dikaitkan Dengan Pajak Progresif Sebagaimana dalam uraian terdahulu bahwa yang menjadi subjek pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) adalah pihak yang menerima penyerahan
66 Xxxxx Xxxxxxxxx dengan Kepala Sat Lantas Pontianak, tanggal 6 Desember, 2016
yang berasal dari transaksi jual beli, waris dan lain sebagainya. Apabila dalam transaksi jual beli mobil, pihak pembeli telah menguasai mobil tersebut lebih dari 12 (dua belas) bulan maka pihak pembeli telah dianggap menerima penyerahan dan telah menjadi wajib pajak BBNKB dan harus melakukan balik nama dan membayar Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Balik nama kendaraan bermotor khususnya dari jual beli mobil terkait dengan Pajak Progresif. Pajak Progresif adalah pajak yang dikenakan pada seseorang yang memiliki mobil dua atau lebih, pajak tambahan dari Pajak Kendaraan Bermotor apabila memiliki mobil lebih dari satu.
Dengan demikian apabila sesorang yang telah memiliki mobil lebih dari satu tetapi salah satunya telah dijualnya, maka seharusnya yang bersangkutan tidak lagi dikenakan pajak progresif karena salah satu mobilnya telah dijual, hanya karena peralihan hak milik dari barang yang tidak bergerak khususnya mobil baru terjadi apabila telah dilakukan balik nama, maka apabila pihak pembeli yang seharunya balik nama mobil yang dibelinya tetapi tidak melakukan balik nama, maka secara hukum pihak penjual masih memiliki dua mobil sehingga dikenakan pajak progresif.
Pihak penjual merasa dirugikan, karena secara riil hanya memiliki satu mobil, karena yang satu telah dijual tetapi dikenakan pajak progresif, hanya karena secara hukum pihak pembeli belum melakukan balik nama kendaraan bermotor (mobil) yang dibelinya sehingga pihak penjual menanggung pajak progresifnya.
Sudah semestinya pihak penjual harus mendapatkan perlindungan hukum, dari tindakan pihak pembeli mobil yang melakukan perbuatan melawan hukum,
sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, bahwa :
Pihak pembeli mobil dan telah menguasai mobil lebih dari 12 (dua belas) bulan dianggap telah menerima penyerahan mobil tersebut, dan yang bersangkutan wajib melakukan balik nama kendaraan bermotor, dan apabila tidak dilakukan maka pihak pembeli mobil dapat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena tidak memenuhi kewajiban hukumnya sendiri sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku”. 67
Sebagai pihak yang telah melakukan perbuatan melawan hukum sudah seharusnya pihak pembeli mobil mengganti kerugian yang diderita pihak penjual mobil, namun dalam prakteknya tidak pernah pihak pembeli mobil mengganti kerugian pihak penjual mobil, sehingga pihak penjual tidak mendapat perlindungan hukum. Sehubungan dengan perlindungan hukum, perlu dikemukakan pernyataan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, bahwa : ”Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak penjual mobil, karena mobil yang dijualnya tidak dilakukan balik nama oleh pihak pembeli adalah pihak penjual dapat melakukan pemblokiran kepemilikan mobil, dengan melaporkan telah terjadi transaksi jual beli mobil ke Kantor SAMSAT Pontianak”.68
Dengan demikian pihak penjual diberikan hak untuk melaporkan bahwa telah terjadi jual beli mobil, pihak penjual tidak lagi memiliki dua mobil karena salah satunya telah dijual, dan sehubungan dengan hal tersebut Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, mengemukakan bahwa:
67 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
68 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
Untuk melaporkan pemblokiran kepemilikan kendaraan bermotor karena telah dijual, pihak penjual harus mengisi formulir yang disediakan dan melengkapi persyaratan administrasi sebagai berikut:
1. Dari Pihak Penjual Mobil :
a. fotocopy BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor)
b. fotocopi KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan
c. fotocopy STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan).
2. Dari Pihak Pembeli Mobil :
a. faktur Pembelian Kendaraan Bermotor
b. kuitansi Pembelian Kendaraan Bermotor
c. KTP (Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx) Pembeli.69
Melihat syarat-syarat tersebut, maka perlu diketahui apakah pihak penjual mobil pernah mengajukan pemblokiran kepemilikan tersebut, sebagaimana dinyatakan pihak penjual mobil, bahwa : ”Belum pernah mengajukan pemblokiran kepemilikan kendaraan bermotor roda empat (mobil) karena telah dijual agar terhindar dari pajak progresif”.70
Semestinya pihak penjual mobil mengajukan pemblokiran kepemilikan karena mobilnya telah dijual, tetapi tidak pernah diajukan pihak penjual mobil, adapun yang menjadi alasan tidak pernah mengajukan pemblokiran kepemilikan tersebut, dikemukakan pihak penjual bahwa : Karena kesulitan untuk melengkapi persyaratan seperti : fotocopy BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor), fotocopi KTP (Kartu Tanda Penduduk) Pembeli dan fotocopy STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), surat-surat tersebut telah diserahkan semua pada saat transaksi jual beli mobil kepada pihak pembeli, dan pihak pembeli
69 Hasil Wawancara dengan Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat, tanggal 5 Desember, 2016
70 Hasil Wawancara dengan Pihak Penjual Kendaraan bermotor (mobil), tanggal 7 Desember, 2016