TANGGUNGAN.
SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK
TANGGUNGAN.
(STUDI DI BANK BRI CABANG MANOKWARI)
OLEH:
KUNTUM FIRDA INDRIYANI
SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH) CARITAS PAPUA MANOKWARI
2021
HALAMAN JUDUL
“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN”.
Hasil Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Derajat Sarjana
Program Studi Ilmu Hukum
Disusun dan diajukan oleh:
KUNTUM FIRDA INDRIYANI NIM: 14301417046
SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH) CARITAS PAPUA MANOKWARI
2021
HALAMAN PERSETUJUAN
“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN”.
Disusun Dan Diajukan Oleh Nama : KUNTUM FIRDA INDRIYANI NPM : 14301417046
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Hasil Penelitian Skripsi
pada tanggal ………2021.
Ketua Komisi Anggota Komisi
Dr.Xxxxxxx X.X.Xxxxxx,S.H.,M.Hum., M.M; Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, S.H; M.Hum
Ketua Prograam Studi
Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, S.H.,M.H.
Mengetahui
Ketua STIH Caritas Papua
Dr. Xxxxxxx X. X. Xxxxxx, X.X.,M.Hum.,M.M
PRAKATA
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah atas rahmat dan karunianya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan hasil skripsi ini yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan JaminanHak Tanggungan”.
Hasil skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum. Dalam penulisan hasil skripsi ini banyak hambatan yang dihadapi. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman dalam menulis, kepustakan dan materi menulis. Namun berkat pertolongan Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan ketabahan, kesabaran dan kekuatan sehingga kesulitan tersebut dapat teratasi. Selama dalam penulisan hasil penelitian ini, peneliti banyak mendapat bantuan, kritikan, saran, motivasi serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu disampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu peneliti.
Pertama Peneliti ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk:
1. Dr. Xxxxxxx X.X. Xxxxxx, X.X., M.Hum., M.M. ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Caritas Papua dan ketua komisi.
2. Xx. Xxxxxx X. Xxxxx, X.X., M.H, wakil ketua 1 Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Caritas Papua.
3. Xxxxxxx Xxxxxxxxx, S.H., wakil ketua II Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Caritas Papua.
4. Xx. Xxxxxxxx Xxxxxan, S.H, L.LM., dosen pada STIH Caritas Papua.
5. Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, S.H; M.H, sebagai anggota komisi
6. Xxx. Xxxxxxx Xxxxxxx, S.H, M.H, dosen Ilmu Hukum STIH Caritas Papua di Manokwari.
7. Xxxxxx Xxxxx, S.H., M.H, dosen STIH Caritas Papua di Manokwari.
8. Xxxxx Xxxxxxxxx, S.H, dosen Ilmu Hukum STIH Caritas Papua di Manokwari.
9. Bapak / ibu dosen Ilmu Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Caritas Papua, yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan S1.
10. Bapak / ibu staf Prodi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Caritas Papua, yang selalu memberikan pelayanan maksimal.
11. Kedua orang tua tercinta yang selalu dengan setia memberikan dukungan dalam doa dan materi, serta menemani peneliti selama menempuh pendidikan S1.
12. Teman-teman kuliah di STIH Caritas Papua, sebagai teman diskusi dan belajar bersama-sama.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan hasil skripsi ini merupakan bagian dari proses pembelajaran bagi penulis, sehingga disadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan peneliti. Akhir kata peneliti berharap agar hasil penelitian hukum ini dapat dikritisi guna penyempurnaan, dan dapat dijadikan skripsi yang pada akhirnya menjadi sumbangan pikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum Perdata Bisnis.
Manokwari, September 2021.
Penulis.
ABSTRAK
Kuntum Firda Indriyani, “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan”. Dibimbing Oleh Xxxxxxx K.R. Xxxxxx dan Xxxxxxxxx Xxxxxxxx.
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor BRI Cabang Manokwari, bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan ketika debitur wanprestasi menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan akibat hukum yang terjadi atas pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Data yang diproses selama penelitian dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang berhubungan dengan penelitian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Bentuk Perlindungan Hukum yang diberikan kepada Kreditur apabila Debitur Wanprestasi dalam suatu Perjanjian Kredit dengan jaminan Hak Tanggungan menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Apabila bank menganggap permohonan kredit tersebut layak untuk diberikan kepada debitur sesuai dengan kelengkapan hal-hal yang dipersyaratkan oleh pihak bank, maka bank akan memberikan Surat Penegasan Kredit yang berisi: Jumlah atau besar kredit yang disetujui; Jangka waktu pengembalian kredit; Biaya-biaya seperti besarnya bunga dan biaya lain yang diperlukan; Syarat-syarat penarikan kredit; Cara pengembalian kredit; Bentuk jaminan kredit dan nilainya. Dengan mengisi data yang valid agar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum apabila terjadi wanprestasi terhadap Debitur, (2) Akibat Hukum yang terjadi atas pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Berdasarkan Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dijelaskan bahwa perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang ini dapat dibuat secara tertulis baik dalam bentuk akta di bawah tangan maupun akta autentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur menurut Undang-Undang ini terdapat pada bentuk perjanjian kredit itu sendiri berupa akta perjanjian kredit yang disepakati bersama. Oleh karena itu Kreditur sebaiknya melakukan sebuah perjanjian pinjam meminjam uang dengan Debitur haruslah dengan akta authentic yang memiliki kekuatan hukum yang sah.
Kata Kunci: Perjanjian Kredit, Jaminan hak tanggungan.
ABSTRACT
Kuntum Firda Indriyani, “Legal Protection for Creditors in Credit Agreements With Mortgage Guarantees”. Supervised by Xxxxxxx X.X. Xxxxxx and Xxxxxxxxx Xxxxxxxx.
This research was conducted at the BRI Manokwari Branch Office, aiming to find out the form of legal protection provided to creditors in credit agreements with mortgage guarantees when the debtor defaults according to the provisions of Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage on Land and Objects Related to Land and the legal consequences that occur for violating the provisions of Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights on Land and Objects Related to Land.
The data processed during the study were analyzed qualitatively and then presented descriptively by explaining, describing and describing in accordance with the problems related to the research.
The results of the study show that: (1) The form of legal protection given to creditors if the debtor defaults in a credit agreement with mortgage guarantees according to the provisions of Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights on Land and Objects Related to Land. If the bank considers the credit application appropriate to be given to the debtor in accordance with the completeness of the things required by the bank, the bank will provide a Credit Confirmation Letter containing: Amount or amount of credit approved; Credit repayment period; Expenses such as the amount of interest and other costs required; Credit withdrawal terms; How to return credit; Forms of credit guarantees and their value. By filling in valid data so that they can be legally accounted for in the event of a default against the Debtor, (2) the legal consequences that occur for violating the provisions of Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights on Land and Objects Related to Land. Based on the Elucidation of Article 10 of Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights on Land and Objects Related to Land, it is explained that the agreement that gives rise to the legal relationship between these debts can be made in writing, either in the form of a private deed or an authentic deed. , depending on the legal provisions governing the subject matter of the agreement. The form of legal protection given to creditors according to this law is in the form of the credit agreement itself in the form of a mutually agreed credit agreement deed. Therefore, the creditor should make a loan agreement with the debtor, it must be with an authentic deed that has legal force.
Keywords: Credit Agreement, Mortgage Guarantee.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL… i
HALAMAN PENGAJUAN… ii
HALAMAN PERSETUJUAN… iii
PRAKATA… iv
ABSTRAK… vii
DAFTAR ISI… ix
BAB I PENDAHULUAN… 1
A. Latar Belakang… 1
B. Rumusan Masalah… 8
C. Tujuan Penelitian… 8
D. Manfaat Penelitian… 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA… 11
A. Tinjauan Tentang Perjanjian… 19
B. Asas-asas Perjanjian… 13
C. Tinjauan tentang Kredit… 18
D. Tinjauan tentang Jaminan… 24
BAB III METODE PENELITIAN… 30
A. Waktu Dan Tempat Penelitian… 30
B. Populasi Xxx Xxxxxx… 30
C. Jenis Dan sumber data… 30
D. Teknik Pengumpulan Data… 31
E. Teknik Analisis Data… 32
F. Defenisi Operasional… 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN… 34
A. Bentuk Perlindungan Hukum yang diberikan kepada krediturapabila Debitur Wanprestasi dalam suatu Perjanjian Kredit dengan
jaminan Hak Tanggungan… 34
B. Akibat Hukum yang terjadi atas pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan
Tanah… 43
BAB V PENUTUP… 69
A. Kesimpulan… 69
B. Saran… 70
DAFTAR PUSTAKA… 73
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesejahteraan hidup merupakan tujuan utama bagi setiap umat manusia didunia ini. Seiring dengan perkembangan pembangunan yang terus meningkat dapat memacu manusia untuk selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan hidup dengan pengelolaan pembangunan perekonomian yang adil dan berkesinambungan dengan memperhatikan peraturan hukum yang berlaku.
Pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman oleh bank atau lembaga keuangan yang lain kepada masayarakat yang pada dasarnya disertai dengan jaminan berupa barang-barang bergerak atau barang yang tidak bergerak. Ketentuan yang mengatur tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, pengikatan jaminan, lembaga jaminan, eksekusi dan penjualan jaminan, penanggungan utang, dan lainnya sepenuhnya wajib dan harusnya dipatuhi oleh para pihak agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.
Lembaga keuangan dalam hal ini seperti (bank, Kopersai atau lembaga keuangan yang lainnya) wajib menjaga serta merawat barang jaminan tersebut agar tidak mudah rusak, hilang maupun disalah gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana adalah lembaga perbankan, yang telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain melalui kredit perbankan, yaitu berupa perjanjian kredit antara kreditur sebagai pihak pemberi pinjaman atau fasilitas kredit dengan debitur sebagai pihak yang berhutang. Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat.
Kredit perbankan ini telah dimanfaatkan dan dipraktekkan oleh masyarakat sejak puluhan tahun lalu dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya.
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan merumuskan pengertian kredit: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal tersebut, maka dalam pembukuan kredit perbankan harus didasarkan pada persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam, atau dengan istilah lain harus didahului dengan Perjanjian Kredit.
Xxxxxxxx Xxxxx mengemukakan bahwa:
Dalam pemberian fasilitas kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit oleh bank kepada debitur bukanlah tanpa resiko, karena resiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitur tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitur diberi kepercayaan oleh Undang-Undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil. Risiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan kredit (resiko kredit), resiko yang timbul karena pergerakan pasar (resiko pasar), resiko karena bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo (resiko likuiditas), serta resiko karena adanya kelemahan aspek yuridis yang disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung (resiko hukum).1
Resiko-resiko yang umumnya merugikan kreditur tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak bank, sehingga dalam proses pemberian kredit diperlukan keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk membayar hutangnya serta memperhatikan asas-asas perkreditan bank yang sehat.
Selanjutnya Xxxxxxxx Xxxxx mengemukakan bahwa:
1 Xxxxxxxx Xxxxx. 2010. Penyelesaian sengketa kredit bemasalah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, Hlm: 2
“Salah satu hal yang dipersyaratkan bank sebagai kreditur dalam pemberian kredit yaitu adanya protection atau perlindungan berupa jaminan yang harus diberikan debitur guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum, khususnya apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan, debitur tidak meluasi hutangnya atau melakukan wanprestasi”.
Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak tersebut bukan untuk dimiliki secara pribadi oleh kreditur, karena perjanjian utang- piutang atau perjanjian kredit bukanlah merupakan suatu perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang, akan tetapi barang jaminan tersebut dipergunakan untuk melunasi utang dengan cara sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku, yaitu barang dijual secara lelang dimana hasilnya untuk melunasi utang debitur, dan apabila terdapat sisa maka hasilnya akan dikembalikan kepada Debitur. Dalam praktek perbankan, dapat diperhatikan bahwa penjualan (pencairan) objek atau jaminan kredit dilakukan guna melunasi kredit dari debitur. Penjualan jaminan kredit tersebut merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan bank untuk memperoleh kembali pelunasan dana yang dipinjamkannya karena pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian kredit, serta hasil penjualan jaminan tersebut untuk meminimalkan kerugian yang akan diderita pihak bank nantinya. Agar penjualan jaminan kredit dapat mencapai tujuan yang diinginkan bank, perlu
dilakukan upaya-upaya pengamanan antar lain dengan mengikat objek jaminan kredit secara sempurna melalui ketentuan- ketentuan hukum yang mengatur tentang lembaga jaminan 2.
Fungsi lain jaminan kredit dalam rangka pemberian kredit berkaitan dengan kesungguhan pihak debitur untuk memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit sesuai yang diperjanjikan dan menggunakan dana yang dimilikinya secara baik dan hati-hati, dimana hal tersebut diharapkan akan mendorong pihak debitur untuk melunasi hutangnya sehingga dapat mencegah terjadinya pencairan jaminan kredit yang mungkin saja tidak diinginkan karena memiliki nilai (harga) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan utang debitur kepada bank.
Dalam praktik perbankan, umumnya nilai jaminan kredit lebih besar dari jumlah kredit yang disetujui oleh bank, sehingga pihak debitur diharapkan segera melunasi hutangnya kepada bank agar nantinya tidak kehilangan harta (asset) yang diserahkan sebagai jaminan kredit dalam hal kredit tersebut ditetapkan sebagai kredit macet. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, dimana ketentuan dalam Pasal ini sering dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan, yang berbunyi : “Segala kebendaan si berutang,
2 M. Bahsan. 2007. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm: 5
baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”, serta ketentuan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua masyarakat yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”3
Bentuk jaminan yang paling banyak digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit bank adalah hak atas tanah, baik dengan status hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan maupun hak pakai, karena pada umumnya memiliki nilai atau harga yang tinggi dan terus meningkat, sehingga dalam hal ini sudah selayaknya apabila debitur sebagai penerima kredit dan kreditur sebagai pemberi fasilitas kredit serta pihak lain terkait memperoleh perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, disebutkan bahwa
3 Xxxxxxxxxxxxx dan Subekti, 2006.Kitab undang-undang hukum perdata. (KUHPerdata) Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx. Hlm: 291
sudah disediakan lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan sebagai pengganti lembaga hypoyheek dan creditverband. Selama 30 tahun lebih sejak mulai berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria tersebut, lembaga Hak Tanggungan ini belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya secara lengkap, serta ketentuan dalam peraturan tersebut sudah tidak sesuai dengan asas Hukum Tanah Nasional dan kurang memenuhi kebutuhan ekonomi di bidang perkreditan4
Lembaga Jaminan Hak Tanggungan ini telah diakui eksistensinya melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan menjadikan kepentingan debitur maupun kreditur mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah. Tujuan utama diudangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan ini, khususnya memberikan perlindungan hukum bagi pihak kreditur apabila debitur melakukan perbuatan melawan hukum berupa wanprestasi. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
4 Yudha Pandu. 2001. Klien dan Penasehat Hukum dalam perspektif masa kini Abadai Jaya, Jakarta Hlm: 65
Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu kepada kreditur-kreditur lain. Untuk memberikan suatu kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum, maka pembebanan jaminan Hak Tanggungan ini wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan, guna memenuhi unsur publisitas atas barang jaminan, dan mempermudah pihak ketiga mengontrol apabila terjadi pengalihan benda jaminan.
Dalam proses pemberian kredit, sering terjadi bahwa pihak kreditur dirugikan ketika pihak debitur melakukan wanprestasi, sehingga diperlukan suatu aturan hukum dalam pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit, yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak terkait, khususnya bagi pihak kreditur apabila debitur wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya. Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang bagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah memberikan perlindungan hukum kepada kreditur khususnya apabila debitur wanprestasi dalam perjanjian kredit dengan menggunakan jaminan
Hak Tanggungan. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka dalam penelitian hukum ini penulis menyusun penulisan hukum dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, serta agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka permasalahan pokok yang akan diteliti oleh penulis adalah:
1. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum yang diberikan kepada kreditur apabila Debitur Wanprestasi dalam suatu Perjanjian Kredit dengan jaminan Hak Tanggungan menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda yang Berkaitan dungeon Tanah?
2. Bagaimana akibat Hukum yang terjadi atas pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan ketika debitur wanprestasi menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
2. Untuk mengetahui apa akibat Hukum yang terjadi atas pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan Ilmu Hukum pada khususnya terutama Hukum Perdata;
b. Untuk memperoleh masukan yang dapat digunakan almamater dalam mengembangkan bahan-bahan perkuliahan yang telah ada dan memberikan gambaran yang jelas dalam kaitannya dengan bentuk
perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan ketika debitur wanprestasi.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan sumbangan jawaban masalah yang sedang diteliti oleh penulis;
b. Untuk lebih mengembangkan daya pikir dan analisa yang akan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus mengukur sejauh mana kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian utang piutang uang termasuk ke dalam jenis perjanjian pinjam-meminjam, hal ini sebagaimana diatur dalam Bab Ketiga Belas Buku Ke tiga KUHPerdata.
Dalam Pasal 1754 KUHPerdata menyebutkan:
“Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan manapihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah uang yang sama dari macam dan keadaan sama pula”.
Kelemahan dalam Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa definisi perjanjian itu hanya menyangkut sepihak saja, hal ini dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri” yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan diri”, sehingga ada konsensus antara kedua belah pihak, sedangkan perbuatan mencakup juga tanpa consensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan (zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus, sehingga seharusnya dipakai istilah persetujuan. Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga, padahal
yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian;
Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx mengemukakan bahwa: “Tanpa menyebut tujuan atau memiliki tujuan yang tidak jelas. Dalam rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.5
Berdasarkan kelemahan yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, maka beberapa ahli hukum mencoba merumuskan defenisi perjanjian yang lebih lengkap, yaitu
1. Subekti
“Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”6.
2. Xxxxxx Xxxxxxx.
“Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan
5 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx,2000. Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, Hlm:224.
6 Subekti. 2009.Hukum perjanjian Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, Hlm: 84.
kesepakatan yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum”7.
3. Xxxxx X.X.
“Perjanjian atau kontrak adalah hubungan hukum antara subjek hukum satu dengan subjek hukum lain dalam bidang harta kekayaan. Subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu pula subjek hukum lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya”8.
B. Asas-Asas Perjanjian
1. Asas Kebeasan Berkontrak
Dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” 9 Asas ini memberikan kebebasan berkontrak kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat suatu perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratanya.
2. Asas Konsessualisme
Asas ini dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata.10 Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan para pihak. Asas
7 Xxxxxx Xxxxxxx. 2009.Hukum Perusahaan, pustaka Yustisia, Yogyakarta, Hlm:42
8 Xxxxx X.X. 2005. Perkembangan hukum jaminan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.Hlm: 17
9 Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata.
10 Pasal 1320 ayat (1) Kuhperdata
konsesualisme ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan oleh kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang bagi mereka. Hakim tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”.11
4. Asas etikad baik (Goede Trouw)
Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan etikad baik”. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak yaitu pihak penjual dan pembeli harus
11 Xxxxxx Xxxxxxxx, 2011, Pengantar hukum bisnis, Citra Press, Jakarta, hlm:
32
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan yang baik dari para pihak.
5. Asas kepribadian (Personalitas)
Asas ini menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untyuk kepentingan perseorangan saja. Dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata yang berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”.Bahwa perjanjian yang dibuat para pihak harus memperhatikan kepentingan bersama para pihak agar tidak terjadi kesalahan dalam penerapannya12.
6. Asas Obligatoir
Yaitu suatu kontrak maksudnya bahwa setelah sahnya suatu kontrak tersebut sudah mengikat tetapi sebatas menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
7. Asas Sederhana
Asas sederhana adalah agar ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedur jual beli tanah dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak
8. Asas Aman
12 Ibid, hlm:34
Asas aman adalah asas untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuannya.
9. Asas Terjangkau
Asas terjangkau adalah agar pihak-pihak yang memerlukannya terutama golongan ekonomi lemah, dapat terjangkau memberikan pelayanannya
10. Asas Mutakhir
Asas mutakhir adalah dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaan dan kesinambungan pemeliharaan data pendaftaran tanah, data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir, sehingga perlu diikuti kewajiban mendaftar dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi13.
11. Asas Terbuka
Asas terbuka adalah menuntut dipeliharanya pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan kenyataan di lapangan. Dengan demikian masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat14.
13 Ibid, hlm: 36
14 Ibid, hlm: 36
12. Akibat hukum perjanjian yang sah
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat seperti tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta menimbulkan akibat hukum, yaitu:
a. Berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa Perjanjian berlaku sebagai Undang- Undang bagi pihak-pihak, artinya perjanjia mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Jika ada yang melanggar, maka ia dianggap melanggar undang- undang sehingga dapat diberi sanksi hukum tertentu.
b. Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak.
Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak saja tanpa persetujuan pihak lainnya.
c. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.Maksudnya adalah bahwa pelaksanaan perjanjian
tersebut harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan15
d. Tahap-tahap Pembuatan Perjanjian
e. Menurut teori baru, perjanjian tidak hanya dilihat semata- mata tetapi harus dilihat pembuatan sebelumnya atau yang mendahulunya. Ada tiga tahapan pembuatan perjanjian, yaitu:
1) Tahap pra-contractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
2) Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak;
3) Tahap post-contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian16
g. Berakhirnya Perjanjian
Menurut X. Setiawan, bahwa suatu perjanjian akan berakhirapabila:
1) Ditentukan oleh undang-undang;
2) Undang-Undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
15 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx,2000. Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, Hlm:235.
16 Xxxxx X.X. 2005. Perkembangan hukum jaminan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.Hlm: 16
3) Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus;
4) Adanya pernyataan penghentian persetujuan atau perjanjian;
5) Perjanjian hapus karena putusan hakim;
6) Tujuan perjanjian telah tercapai17
C. Tinjauan Tentang Kredit
1. Tinjauan tentang Kredit
a. Pengertian Kredit
Istilah kredit bukan merupakan hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, karena sering dijumpai pada anggota masyarakat yang melakukan jual beli barang secara kredit. Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan), tetapi dengan cara mengangsur. Masyarakat pada umumnya mengartikan kredit sama dengan utang, karena setelah jangka waktu tertentu mereka harus membayar lunas. Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang berarti kepercayaan akan kebenaran, dan apabila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa pihak bank selaku kreditur memberikan
17 R Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra Xxxxxx, Bandung, 1987, hlm: 68
kepercayaan untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah atau debitur, karena debitur dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan18
Dalam pengertian yang lebih luas, kredit dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada jangka waktu yang telah disepakati.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, memberi definisi kredit sebagai berikut : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.
Pengertian kredit menurut para ahli :
1. M. Xxxxxx mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari seorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomi sebagai ganti dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu19.
18 Xxxxx Xxxxxxxxx,1996, Perjanjian utang piutang, Kharisma Putra Utama, Jakarta,hlm: 44
19 M. Xxxxxx. 1980 Praktek Perbankan di Indonesia, (kredit Investasi) Jakarta, hlm: 16.
2. Selanjutnya Xxxxxx Xxxxxx, memberikan arti kredit sebagai berikut: kredit adalah suatu prestasi oleh satu pihak kepada pihak lain dan prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada waktu tertentu yang akan datang dengan disertai suatu kontra prestasi (balas jasa berupa biaya).20
Kredit macet adalah kredit yang angsuran pokok dan bunganya tidak dapat dilunasi selama lebih dari 2 (dua) masa angsuran ditambah 21 (dua satu) bulan atau penyelesaian kredit telah diserahkan kepada pengadian /BUPLN atau telah diajukan ganti rugi kepada Perusahaan Asuransi Kredit, dengan demikian kredit macet merupakan kredit bermasalah, tetapi kredit bermasalah belum / atau tidakseluruhnya merupakan kredit macet.
b. Unsur-unsur kredit.
Pemberian kredit berarti memberikan kepercayaan kepada debitur oleh kreditur meskipun kepercayaan tersebut mengandung resiko yang tertinggi. Karena itu dalam pemberian kredit terdapat beberapa unsur yang sering disebut sebagai unsur-unsur kredit, yaitu:
1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang,
20 Xxxxx Xxxxxx. 2012, Xxxxx Xxxxxxx dalam dunia perbankan, Balai Askara, Jakarta, hlm: 15.
barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimana yang akan datang.
2. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.
3. Degree of risk, yaitu adanya tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dan pengembalian kredit dikemudian hari.21
4. Prestasi yang diberikan adalah suatu prestasi yang dapat berupa barang, jasa, atau uang.
c. Jenis-jenis Kredit
Secara umum ada 2 (dua) jenis kredit yaitu kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dan kredit yang ditinjau dari segi jangka waktunya. Jenis kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dapat berupa:
1. Kredit Produktif.
Kredit produktif yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang atau jasa sebagai kontribusi dari usahanya. Untuk kredit jenis ini terdiri dari :
21 Xxxxx Xxxxxx. 2012, Xxxxx Xxxxxxx dalam dunia perbankan, Balai Askara, Jakarta, hlm: 24
a. Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan.22
b. Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan utuk pengadaan barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang dan ataupun jasa sebagai usaha yang bersangkutan.
c. Kredit likuiditas yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membatu perusahaan yang sedang kesulitan likuiditasnya. Misalnya kredit likuditas dari bank Indonesia yang diberikan untuk bank-bank yang memiliki likuditas dibawah bentuk uang.
d. Kredit konsumtif
Kredit konsumtif, merupakan kredit yang oleh bank diberikan untuk perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsi sehari-hari.23
Sedangkan jenis kredit ditinjau dari segi jangka waktunya dapat berupa:
1. Kredit jangka pendek
22 Ibid, hlm: 25.
23 Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxx, “Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bagi Pegawai,” PATRIOT 1, no. 1 (2008): 46– 55, xxxxx://xxxxxxx.xxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxxx/xxxxxxx/xxxx/00/00.
Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu satu (1) tahun.
2. Kredit jangka menengah
Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari satu (1) tahun tetapi tidak lebih dari tiga (3) tahun.24
3. Kredit jangka panjang
Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari tiga (3) tahun.
d. Fungsi kredit
Dalam manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam perekonomian dan perdagangan mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut :
1. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari uang hasil pinjaman.
Dengan adanya kredit dapat meningakatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya
24 Ibid.
kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit.
2. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.
3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari barang
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.
4. Kredit salah satu alat stabilitas ekonomi
Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat.
5. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat Bagi penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi nasabah yang memang modalnya terbatas.
6. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.
Semakin banyaknya kredit disalurkan maka semakin baik terutama dalam hal meningkatkan pendapatan.
7. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara penerima kredit dengan pemberi kredit. Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.
D. Tinjauan Tentang Jaminan
1. Pengertian Jaminan.
Istilah jaminan itu berasal dari kata “jamin” yang berarti “tanggung” sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. Menurut Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit menjelaskan bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian.
Pengertian jaminan menurut para ahli:
1. Menurut M. Bahasan jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu hutang-piutang dalam masyarakat.25
25 M. Bahsan, op. cit hlm: 148.
2. Menurut Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxxx jaminan adalah suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dengan dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.26
3. Sedangkan menurut Xxxxxxx menyebutkan bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.27
2. Jenis-jenis jaminan
Pada dasarnya jenis-jenis jaminan kredit terdiri dari 2 (dua) yaitu : jaminan perorangan dan jaminan kebendaan.
a. Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan (personal guaranty) yaitu jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur. 28 Hak jaminan perorangan timbul dari perjanjian jaminan antara kreditur dan pihak ketiga. Perjanjian jaminan perorangan merupakan
26 Ibid, hlm: 149.
27 Sutarno, 2003, Aspek-aspek hukum prekreditan bank, Alfabeta Jakarta, hlm: 142
28 Hammar, “Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bagi Pegawai.”
hak relatif, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terkait dalam perjanjian.
Jaminan perorangan adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seseorang pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur yang bersangkutan ingkar janji (wanprestasi).
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxx dengan adanya jaminan perorangan, kreditur akan merasa lebih aman dari pada tidak ada jaminan sama sekali, karena dengan adanya jaminan perorangan kreditur dapat menagih tidak hanya kepada debitur, tetapi juga pada pihak ketiga yang menjamin yang kadang-kadang terdiri dari beberapa orang29.
b. Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan (persoonlijke en zakelijke zekerheid), yaitu jaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan debiturnya, ataupun antara kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinyaa kewajiban-kewajiban debitur 30 Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda tertentu yang menjadi objek
29 Xxxxxxxxxx Xxxxx, 2010, Lembaga jaminan kebendaan, Jakarta, hlm: 43.
30 Hammar, “Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bagi Pegawai.”
jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat diuangkan bagi pelunasan hutang debitur apabila debitur ingkar janji.
Jaminan kebendaan adalah jaminan berupa harta kekayaan, baik benda maupun hak benda, yang diberikan dengan cara pemisahan bagian dari harta kekayaan baik dari debitur maupun pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban- kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur yang bersangkutan cidera janji (wanprestasi).
Menurut sifatnya, jaminan kebendaan ini terbagi 2 (dua), yaitu:
1. Jaminan dengan benda berwujud (materiel)
2. Jaminan dengan benda tidak berwujud (imateriel)
Benda berwujud dapat berupa benda/barang bergerak dan atau benda/barang tidak bergerak. Sedangkan benda/barang tak berwujud yang lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih debitur terhadap pihak ketiga.
Barang bergerak yang lazim diterima sebagai jaminan kredit oleh bank dapat berupa kendaraan bermotor, logam mulia, stok banrang, dan sebagainya yang dapat dinilai, baik secara kuantitatif maupun kulitatif. Sedangkan barang yang tidak bergerak yang lazim diterima sebagai jaminan kredit oleh bank dapat berupa tanah, bagunan, dan lain-lain termasuk mesin-mesin pabrik yang melekat dengan tanah menjamin
pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur yang bersangkutan cidera janji (wanprestasi).
Menurut sifatnya, jaminan kebendaan ini terbagi 2 (dua), yaitu:
a. Jaminan dengan benda berwujud (materiel)
b. Jaminan dengan benda tidak berwujud (imateriel)
Benda berwujud dapat berupa benda/barang bergerak dan atau benda/barang tidak bergerak. Sedangkan benda/barang tak berwujud yang lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih debitur terhadap pihak ketiga.
Barang bergerak yang lazim diterima sebagai jaminan kredit oleh bank dapat berupa kendaraan bermotor, logam mulia, stok banrang, dan sebagainya yang dapat dinilai, baik secara kuantitatif maupun kulitatif.
Sedangkan barang yang tidak bergerak yang lazim diterima sebagai jaminan kredit oleh bank dapat berupa tanah, bagunan, dan lain-lain termasuk mesin-mesin pabrik yang melekat dengan tanah.31
c. Fungsi jaminan
Fungsi jaminan adalah kepastian hukum pelunasan hutang dalam perjanjian hutang piutang atau kepastian realisasi suatu
31 Ibid.
prestasi suatu perjanjian dengan mengadakan perjanjian peminjam melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum di Indonesia.
Fungsi jaminan dalam pemberian kredit menurut Xxxxxx Xxxxxxx adalah:
a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan (agunan) tersebut, bila mana nasabah melakukan cidera janji yaitu tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
b. Menjamin agar nasabah berperan serta di dalam transaksi untuk membiayai usaha atau proyeknnya, sehingga kemungkinan untuk meniggalkan usaha dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya.
c. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.32
Oleh karena itu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur merupakan suatu tanda ikatan dalam sebuah perjanjian, manakala Debitur tidak melakukan prestasi terhadap perjanjian tersebut, maka barang jaminan ini dapat dipergunakan oleh Kreditur demi kepentingan pelunasan utang dari Debitur, sehingga bentuk pertanggungjawaban dari Debitur terhadap utang
32 Xxxxxx Xxxxxxx. 2016, Dasar-dasar Prekreditan PT Gramedia, Jakarta, hlm: 87.
piutang sangat diharapkan oleh Xxxxxxxx demi meningkatan kepercayaan Kredtur terhadap Debitur.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam penulisan penelitan skripsi ini peneliti memilih lokas penelitian di Bank BRI kota Manokwari Provinsi Papua Barat yang
berkaitan dengan permasalahan tersebut. Waktu pelaksanaan penelitian
pada bulan Juli dan Agustus tahun 2021.
B. Populasi Xxx Xxxxxx
Populasi penelitian ini adalah Para Nasabah dan pegawai bank BR
cabang Manokwari yang mengetahui tentang eksekusi jaminan kebendaan dalam sistem perkreditan.
Sedangkan sampel penelitian ini adalah 2 (dua) orang pegawai bak
BRI, 2 orag nasabah bank yang mengetahui tentang mekanisme eksekus
jaminan kebendaan dalam sistem perkreditan di bak BRI cabang Manokwari.
Sedangkan pertimbangan peneliti memilih para nara sumber
diatas karena peneliti beranggapan bahwa mereka yang lebih mengetahui tentang sistem eksekusi jaminan kebendaan pada sistem
prekreditan di bank dan sampel ini hanya sebagai bahan perbandingan
dengan aturan hukum yang mengatur tentang eksekusi jaminan kebendaan dalam system perkreditan di bank.
C. Jenis Dan Sumber Data
Penelitian ini bersifat Yuridis Normatif yang mana penelitian
hukum Normatif sepenuhnya menggunakan data sekunder (bahan
kepustakaan) penyusunan kerangka teoritis yang sifatnya tentative/sementara waktu (skema) dapat ditinggalkan, tetap penyusunan kerangka konseptual mutlak diperlukan. Konsekuens
menggunakan data sekunder, maka penelitian hukum Normatif tidak
diperlukan sampling, karena data sekunder sebagai sumber utamanya memiliki bobot kualitas tersendiri yang tidak bisa diganti dengan data
jenis yang lain.
1. Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber literature antara lain: buku-buku hukum, makalah hukum, media
serta pendapat para ahli.
2. Sumber Data:
a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian in adalah:
1. UU No. 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
2. UU no 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
b. Bahan Hukum sekunder:
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan dan
pengertian tentang bahan hukum primer, seperti pendapat para
ahli, buku-buku hukum perbankan, hukum perikatan dan
jaminan, jurnal, majalah, kamus hukum, dan beberapa sumber
lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
D.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan peneliti dalam
penelitian skripsi ini Sebagai berikut: Teknik dokumentasi yaitu
pengumpulan data dengan menggunakan dokumen-dokumen dan catatan yang terdapat di bank BRI cabang manokwari dan hasi
wawancara dengan beberapa nara sumber yang terkait.
E. Teknik Analisis Data
Data yang diproses selama penelitian dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu dengan
menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan sesuai dengan
permasalahan yang berhubungan dengan penelitian.
F. Defenisi Operasional
1. Pengertian Perjanjian adalah perjanjian dengan manapihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa
pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah uang yang
sama dari macam dan keadaan sama pula.
2. Asas-asas perjanjian adalah mereka yang tunduk dalam perjanjian bebas dalam menentukan hak dan kewajibannya, namun dapa
dibatasi dengan peraturan hukum yang mengatur tentang perjanjian
atau perikatan para pihak sehingga tidak terjadi kesewenangang
wenangan dari pihak yang satu ke pihak yang lain, semua harus
tunduk pada asas perjanjian tersebut.
3. Pengertian Kredit adalah: kata kredit berasal dari bahasa Romaw yaitu credere yang berarti kepercayaan akan kebenaran, dan apabila
dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa
pihak bank selaku kreditur memberikan kepercayaan untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah atau debitur, karena
debitur dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas
pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.33
Dalam pengertian yang lebih luas, kredit dapat diartikan sebaga
kemampuan untuk melaksanakan suatu pemberian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya
akan dilakukan pada jangka waktu yang telah disepakati.
4. Pengertian tentang Jaminan adalah segala sesuatu yang mempunya
nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebaga jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.
33 Xxxxx Xxxxxxxxx,1996, Perjanjian utang piutang, Kharisma Putra Utama Jakarta,hlm: 44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Bentuk Perlindungan Hukum yang diberikan kepada Debitur apabila Wanprestasi dalam suatu Perjanjian Kredit dengan jaminan sertipikat Hak atas Tanah di kantor cabang BRI Manokwari.
1. Perjanjian Kredit dengan Klausul Pemberian jaminan sertipikat Hak
atas tanah.
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahas Belanda, yaitu
zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum
cara-cara kredit menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawab umum debitur terhadap barang-barannya. Selain itu
jaminan, dikenal juga dengan anggunan. Istilah anggunan terdapat pada Pasal 1 angka 23 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pengertian anggunan adalah: “Jaminan tambahan
diserahkan nasabah debitur kepada Bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasrkan prinsip syariah”.34
Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang bersifa
konsensuil (pactade contrahendo obligatoir) dan disertai kesepakatan
atau pemufakatan antara kreditur sebagai pihak pemberi pinjaman dan debitur sebagai pihak penerima pinjaman. Biasanya yang bertindak
34 H. Xxxxx, 2014, Perkembangan hukum Jaminan di Indonesia, PT. Rajagrafind Persada, Jakarta, hlm: 33
sebagai pihak pemberi fasilitas kredit adalah bank yang berdasarkan
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
dijelaskan bahwa fungsi sebagai penyalur dana kepada masyaraka dalam bentuk kredit atau pinjaman. Dalam praktek perbankan, biasanya sebelum perjanjian kredit dilaksanakan, maka pihak bank telah
menyediakan blanko perjanjian kredit terlebih dahulu untuk diberikan
kepada setiap pemohon kredit, guna meminta persetujuan debitur mengenai isi perjanjian tersebut, apakah debitur menerima atau menolak
isi perjanjian tersebut35. Kredit berfungsi kooperatif antara kreditur dan
debitur, di mana keduanya menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas disasarkan atas komponen kepercayaan, risiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa
mendatang.36
Penyaluran dana pinjaman (kredit) dilakukan oleh pihak bank kepada masyarakat yang membutuhkan modal, dituangkan dalam suatu perjanjian sebagai landasan hukum diantara para pihak (Kreditor dan
Debitor). Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan harus dapat memberikan perlindungan hukum bag
pemberi dan penerima kredit serta pihak yang terkait mendapa perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapa memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.
35 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, 1999, hlm:36.
36 Hammar, “Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bagi Pegawai.”
Dalam praktik perbankan untuk lebih mengamankan dana yang
disalurkan kreditor kepada debitor diperlukan tambahan pengamanan
berupa jaminan khusus yang sering digunakan adalah jaminan kebendaan berupa tanah. Penggunaan tanah sebagai jaminan kredi didasarkan pada pertimbangan bahwa tanah paling aman dan
mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi. Lembaga jaminan oleh
lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan Hak Tanggungan. Hal ini didasarkan pada kemudahan
dalam identifikasi obyek Hak Tanggungan, jelas dan pasti eksekusinya
serta mendapatkan pembayaran dari hasil pelelangan tanah kepada kreditornya.
Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebu
dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan
penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.37
Di dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat bank mempunya kebijakan masing-masing untuk mengatasi kendala atau masalah yang
mungkin timbul. Adapun salah satu kendala yang sangat besar dan
merupakan tantangan yang sangat serius berkaitan dengan sektor
37 Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
perbankan perkreditan adalah mengenai permasalahan kredit macet dan
cara-cara penyelesaiannya. Dalam pemberian kredit antara Kreditor
(Bank) dengan Xxxxxxx saling mengikatkan diri untuk mengadakan perjanjian kredit, tetapi adakalanya Xxxxxxx melakukan wanprestas sehingga terjadi kredit macet.
Salah satu cara untuk menyelesaikan kredit macet tersebut, pihak
bank selaku Kreditor dalam memberikan kredit kepada Xxxxxxx memerlukan jaminan dari Debitor agar mendapat kepastian bag
pengembalian pinjaman tersebut. Keberadaan jaminan sanga
diperlukan karena dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi bank atau Kreditor dan penerima pinjaman atau Debitor Jaminan merupakan unsur yang sangat penting dan mempunyai peran
penting dalam penentuan analisis kredit.
Benda jaminan pada umumnya yang diterima oleh perbankan adalah tanah dan bangunan. Jaminan ini dipandang cukup baik karena mengingat nilai ekonomis tanah dan bangunan yang relatif stabil dan
tinggi. Upaya terakhir yang diambil oleh pihak bank apabila terjad kredit macet, adalah melaksanakan lelang eksekusi terhadap barang
jaminan yang menjadi obyek hak tanggungan. Lelang eksekusi dalam
proses penyelesaian kredit macet dilakukan setelah sebelumnya diupayakan cara-cara yang lain untuk penyelesaian kredit mace tersebut, namun apabila Xxxxxxx tetap tidak dapat menyelesaikan
hutangnya maka atas obyek hak tanggungan dilaksanakan proses lelang
eksekusi sesuai dengan peraturan yang ada.38
Apabila kita mengkaji perkembangan yurisprudensi dan peraturan perundang-undangan, yang menjadi dasr hukum berlakunya hak jaminan sebagai berikut:
1. Arrest Hoge Read 1929, tertanggal 25 Januari 1929 tentang
Bierbrouwrij Arrest (xxxxxx Xxxxxxx);
2. Arrest Hoggerechtshof 18 Agustus 1932 tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia); dan
3. Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan Fidusia.
Salah satu lembaga keuangan yang memberikan kredit atau menyalurkan modal dan melaksanakan hak jaminan berupa benda tidak bergerak dari Debitor adalah pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari. Pemberian fasilitas kredit oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari kepada Debitornya yang bernama Xxxxxxxxxxx X.X Prasetyo berupa fasilitas kredit untuk Modal Kerja sejumlah Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah) berdasarkan perjanjian kredit Nomor : 37. Dengan jaminan berupa tanah dan bangunan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dibebani hak tanggungan peringkat pertama berdasarkan sertifikat Hak Tanggungan (SHT) Nomor
38 Xxxxxxxxx, 2007, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisis, Prenada Media Group Jakarta, hlm: 12.
00679/2014 jo. Akta pemberian Hak Tanggungan (APHT) Nomor 447/2014.39
Atas pemberian kredit tersebut Debitor wanprestasi hingga akhirnya terjadi kredit macet. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.Cabang Manokwari telah memberikan kesempatan yang cukup kepada Debitor untuk dapat menyelesaikan pembayaran namun Debitor tetap tidak dapat menyelesaikan pembayaran, sehingga jaminan berupa tanah dan bangunan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 000778 dan 000167 dilakukan lelang eksekusi oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNL Sorong.40
Lelang eksekusi dilaksanakan sebanyak 4 (empat) kali, dikarenakan sejak lelang eksekusi pertama hingga ketiga tidak pernah ada pembeli yang berminat dan pada pelaksanaan lelang eksekusi yang keempat kalinya, obyek jaminan hak tanggungan terjual dengan harga Rp. 400.200.000,- (Empat Ratus Juta Dua Ratus Ribu Rupiah). Terhadap proses lelang eksekusi yang dilaksanakan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari, Xxxxxxx melakukan perlawanan dengan awalnya mengajukan perlawanan secara lisan dan kemudian mengajukan surat keberatan pelaksanaan lelang eksekusi kepada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari.
2020.
39 Xxxx Xxxxxx Xxxxx, Jurnal Hukum “Amana Gappa”, vol 28 No. 2 Septembe
40 Ibid, hlm: 89
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari menerima surat keberatan Debitor dan melakukan negosiasi dan mediasi dengan hasil Debitor bisa menjual sendiri Jaminan berupa tanah dan Bangunan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 000167 atas nama Xxxxxxxx Xxxxxxx, Namun untuk Pelunasan Kredit masih kurang, sehingga Jaminan berupa tanah dan Bangunan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 000777 atas nama Xxxxxxxx Xxxxxxx dan 000778 atas nama Xxxxxxxx Xxxx, XX.Xxxx Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari tetap melaksanakan proses lelang eksekusi melalui perantara yang dalam hal ini Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang melalui kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Sorong.
Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan merupakan hal yang patut di kedepankan agar kepentingan para pihak dapat terlindungi. Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum, mengingat pemberian kredit oleh kreditor kepada debitor sangat diperlukan dalam hal melakukan proteksi terhadap kemungkinan terjadinya resiko seperti misalnya kredit macet. Hubungan hukum yang terjadi dalam pelaksanaan pemberian kredit merupakan hubungan hukum antara pihak kreditor dengan debitor, karena kesepakatan kreditor dengan debitor untuk menyediakan dana guna pemenuhan kebutuhan debitor yang pada umumnya dituangkan dalam suatu perjanjian kredit.
Seperti studi kasus yang menjadi fokus tulisan ini, kasus ini berawal dari pemberian fasilitas kredit oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari kepada Debitornya yang bernama Xxxxxxxxxxx X.X Prasetyo berupa fasilitas kredit untuk Modal Kerja sejumlah Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah) berdasarkan perjanjian kredit Nomor : 37. Dengan jaminan berupa tanah dan bangunan Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan Nomor :
1. 00778 atas nama Xxxxxxxx Xxxxxxx
2. 00777 atas nama Xxxxxxxxx Xxxx
3. 000167 atas nama Xxxxxxxx Xxxxxxx00
Dibebani hak tanggungan peringkat pertama berdasarkan sertifikat Hak Tanggungan (SHT) Nomor 00679/2014 jo. Akta pemberian Hak Tanggungan (APHT) Nomor:447/2014. Perlawanan yang diberikan oleh debitor dalam hal ini adalah keberatan secara lisan dan kemudian di selesaikan secara mediasi dan di berikan waktu oleh pihak kreditor untuk membayar angsuran setiap bulan. Setelah berjalan beberapa bulan, debitor mengingkari lagi dalam hal pembayaran angsuran pinjaman, sehingga pihak kreditor menyurati kembali kepada debitor sebanyak 4 (empat) kali dan memberikan peringatan bahwa barang jaminan tersebut akan di sita dan akan di lelang. Namun pihak debitor dalam hal ini, memberikan surat keberatan untuk meminta waktu akan menyelesaikan pembayaran angsuran, namun setelah diberikan waktu
41 Ibid, hlm: 90
oleh pihak kreditor, debitor tetap saja mengingkari sehingga pihak kreditor tetap melakukan penyitaan barang jaminan berupa tanah dan sertifikat hak milik dan langsung di proses administrasi penyitaan barang jaminan angunan di laksanakan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang Negara.
Pihak kreditor bekerjasama dengan pihak KPKNL dalam hal penjualan barang jaminan namun ada kendala dalam penjualan barang jaminan karena barang jaminan yang akan di lelang tersebut tidak kunjung terjual sehingga dalam hal penyelesaian pembayaran pinjaman Untuk itu pihak debitor meminta agar jaminan agunan berupa tanah dan Sertifikat Hak Milik Nomor :00777 atas nama Xxxxxxxxx Xxxx agar debitor melakukan penjualan sendiri, setelah terjual jaminan agunan tersebut tidak bisa menutupi jumlah pinjaman debitor,dan pihak kreditor harus menunggu waktu jaminan angunan yang lain terjual untuk menyelesaikan pembayaran pinjaman.
Dari contoh kasus tersebut diatas, penulis mencoba menganalisa bagaimana perlindungan hukum bagi kreditor, yang di analisa dari dalam isi Perjanjian kredit yang di buat di hadapan Notaris dengan Surat Perjanian Kredit Nomor: 37, seperti terlampir. Yang selanjutnya di analisis sebagai berikut:
Dilihat dari hukum positif di Indonesia, perjanjian kredit perbankan adalah sama atau dipersamakan dengan perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian pinjam mengganti, ini dilihat unsur-unsur
yang ada didalam perjanjian tersebut, dalam hal ini subyek perjanjiannya adalah antara orang dengan badan usaha yang diwakili oleh seseorang yang diberi kewenangan untuk mewakilinya, dimana perjanjian pinjam meminjam tersebut diatur didalam Pasal 1754 KUHPerdata.
Menurut Xxxxx 1754 KUHPerdata yang dimaksud perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian pinjam mengganti adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat-syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.42
Ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata tersebut sama dipersamakan dengan perjanjian kredit berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 yaitu pasal 11 yaitu “yang dimaksud kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Perjanjian kredit PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Xxxxxx Xxxxxxxxx sebagai kreditor menyediakan uang kepada debitornya
42 R Xxxxxxxxxxxxx, 2002, Op Cit, Jakarta,2002
sebagai perjanjian kredit yang tata cara pelaksanaannya telah ditentukan terlebih dahulu mengenai hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, sehingga dari para pihak mengerti isi perjanjian yang ditandatangani tersebut, karena perjanjian tersebut akan mengikat hingga berakhirnya perjanjian sesuai Buku ke III Bab IV KUHPerdata Pasal 1381 tentang hapusnya perikatan-perikatan.
Mengenai kewajiban-kewajiban baik bank sebagai kreditor dan nasabah sebagai debitor diatur dalam Pasal 1759 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1764 KUHPerdata, dimana yang menjadi kewajiban utama dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari meminjamkan atau menyerahkan sejumlah uang sesuai dengan putusan pimpinan, dan yang menjadi hak nya adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari menerima kembali pembayaran sejumlah uang dan bunga yang telah ditetapkan Bank dan disepakati kedua belah pihak. Sedangkan yang menjadi hak dari Nasabah atau debitor adalah menerima pinjaman sejumlah uang dari Bank dan menggunakan uang tersebut sesuai dengan perjanjian dan kewajiban dari debitor adalah mengembalikan uang dan bunga sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan hukum terhadap debitur diantaranya dengan adanya pengaturan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Bank Nomor 7/6/PBII2005
Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/1120/KEP/DIR Tanggal 25 Januari 1995 Tentang Tata Cara Tukar Menukar Informasi Antar Bank. Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 berisi tentang asas-asas perlindungan konsumen di mana dalam pasal tersebut menyatakan bahwa “Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanaan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Peluang debitur melakukan perlawanan terhadap proses penyelesaian kredit bermasalah dengan lelang jaminan Hak Tanggungan tidak mengatur mengenai defenisi cidera janji, maka untuk menentukan apakah debitur cidera janji dalam penentuan pemenuhan pasal 6 UUHT dirujuk pada pasal 1234 jo. Pasal 1763 KUHPerdata. Lebih spesifik pasal 1763 KUHPerdata mengatakan, tidak mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman dalam rangka waktu yang ditentukan.
Selain itu upaya-upaya preventif yang dilakukan oleh pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari selaku kreditor dalam memberikan pinjaman kredit adalah penilaian terhadap kemampuan membayar nasabah, kelayakan usahanya dan riwayat pinjaman kredit di Bank lainnya atau sejenisnya dan juga penilaian terhadap jaminan yang diagunkan tidak boleh melebihi dari Taksiran Harga Lelang Sekarang (THLS). Didalam penandatanganan Surat Perjanjian Hutang yang menggunakan perjanjian baku ini, Customer
Service diharuskan untuk membacakan isi dari perjanjian kredit tersebut sehingga debitor mengerti akan hak-hak dan kewajibannya dalam perjanjian tersebut sehingga dapat meminimalisir dari terjadinya wanprestasi.
Dalam UU No. 14 Tahun 1967 dinyatakan secara tegas bahwa ada keharusan tersedianya jaminan atas kredit yang dimohonkan oleh debitur (lihat pasal 24 (1)). Sedangkan dalam UU No. 7 Tahun 1992 pasal
8 dinyatakan bahwa: Dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Keyakinan dan kesanggupan debitur ini sejalan dengan prinsip the five C’s of credit yang antara lain adalah Collateral (jaminan yang disediakan calon debitur).43
Untuk menjamin adanya kepastian hukum dari kedua belah pihak maka surat perjanjian hutang harus diwaarmeking dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang yaitu Notaris, sehingga perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat kedua belah pihak sehingga mengerti hak dan kewajibannya serta upaya- upaya hukum yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi hak- hak dari masing- masing pihak, hal ini juga dilakukan untuk menyelamatkan kredit yang dikhawatirkan macet serta mengetahui cara
43 Hammar, “Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bagi Pegawai.”
mengakhiri perjanjian kredit yang sesuai dengan aturan yang berlaku sesuai dengan KUHPerdata.
Setiap kredit yang dikeluarkan oleh Bank atau lembaga keuangan sejenisnya selalu memungkinkan untuk menjadi macet sehingga memberikan kerugian kepada Bank atau lembaga sejenisnya, dimana kredit macet adalah salah satu dari resiko yang harus dihadapi oleh Kreditor baik dari faktor kesalahan dari debitornya maupun faktor dari alam atau overmacht, dimana gejala alam atau faktor non tekhnis sering mempengaruhi setiap nasabah atau debitor untuk melakukan wan prestasi dalam hal ini adalah sengaja atau tidak sengaja melakukan wanprestasi terhadap pinjaman kreditnya yang telah jatuh tempo kepada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari. Sama halnya dengan pengertian wanprestasi dan macam-macam bentuk wan prestasi, didalam perjanjian kredit tersebut nasabah dianggap wan prestasi adalah ketika nasabah tidak membayar pinajman yang telah diperjanjikan, membayar tapi jumlahnya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, membayar tetapi waktunya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan sehingga apa yang menjadi kewajibannya tidak dapat terpenuhi atau hanya terpenuhi sebagian yang membuat perjanjian tersebut dilanggar atau tidak ditaati yang membuat hilangnya hak-hak dari debitor.
Sebenarnya dari pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari sebagai kreditor telah memberikan toleransi
keterlambatan atau wanprestasi yaitu pembayaran pinjaman pokok dan bunga selama 7 hari asalkan tidak melebihi atau melewati akhir bulan, dan selama itu pula debitor masih dianggap sebagai debitor yang lancar, bahkan ketika debitor tidak membayar pinjaman selama 2 bulan maka status pinjamannya berubah menjadi daftar perhatian khusus dan secara tidak langsung mengganggu neraca pinjaman kredit PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari, dalam hal ini tata cara pinjaman kredit PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari adalah berlaku bulanan atau setiap bulan mengangsur pokok dan bunga dan pinjaman berlaku musiman dimana dari awal berlaku pinjaman hingga akhir pinjaman debitor membayar sekali langsung lunas pokok dan bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati.
Ketentuan denda dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari adalah kepada debitor yang mempunyai pinjaman kredit diatas 50 juta dimana denda diberlakukan setiap bulan keterlambatan, dimana perhitungan dendanya adalah 50% X suku bunga X tunggakan (pokok+bunga) sehigga katerlambatan pembayaran sehari pun dianggap sebagai keterlambatan 1 bulan angsuran, hal tersebut menjadi keputusan direksi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari yang di dalam Perjanjian baku surat pengakuan hutang perjanjian kredit tertulis di pasal 3 mengenai provisi, denda dan biaya-biaya. Untuk mengantisipasi dari adanya kredit macet,
pihak bank sebagai kreditor mempunyai cara-cara tersendiri untuk meminimalisir kredit macet dan untuk menyelamatkan kredit yang bermasalah, yaitu upaya hukum atau aspek legalitasnya, upaya penyelamatan kredit bermasalah dan upaya untuk mengakhiri perjanjian kredit.
Kendala atau hambatan yang dihadapi oleh kreditor dalam hal PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari untuk menangani penagihan kredit macet tersebut diantaranya adalah:
a. Faktor ekonomi dari nasabah yang tidak memungkinkan lagi dapat melakukan pembayaran pinjaman sesuai dengan perjanjian dikarenakan usaha debitor mengalami kerugian atau kebangkrutan.
b. Faktor domisili debitor yang sudah berpindah tempat tinggal maupun telah pergi meninggalkan kediaman nya tanpa diketahui keberadaan nya, sehingga tidak dapat diketahui lagi tempat tinggal debitor tersebut.
c. Faktor alam karena hasil pertanian dari debitor yang mengalami keterlambatan panen sehingga pemenuhan kewajiban perjanjian juga mengalami keterlambatan.
d. Faktor kesehatan, dimana ada anggota keluarga yang sedang sakit dan membutuhkan uang yang banyak sehingga pembayaran hutang mengalami keterlambatan.
e. Faktor keluarga, dimana debitor mempunyai kepentingan lainnya seperti menikahkan anak atau khitanan anak sehingga mengalami keterlambatan pembayaran.
Namun begitu Bank rakyat Indonesia sebagai kreditor memberikan kesempatan kepada debitor untuk menyelesaikan kewajibannya sehingga kedua belah pihak sama- sama tidak saling merugikan, yaitu dengan menjual sendiri agunan yang dijaminkan kepada Bank, sehingga hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk membayar pinjaman kredit debitor, bahkan pihak Bank Rakyat Indonesia membantu debitor untuk mencarikan calon pembeli bagi yang berminat membeli jaminan milik debitor. Hal ini dimaksudkan adalah untuk penyelesaian kredit macet secara kekeluargaan dan hasil penjualan yang diterima oleh debitor lebih banyak apabila melakukan proses lelang, hal ini juga bertujuan untuk menghindari prosedur lelang yang banyak dan menyita banyak waktu.
5. Xxxxxxx Xxnulis
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka, dapatlah dikaji secara normative atas pemberlakuan aturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi debitur terhadap hak tanggungan atas tanah dalam pengajuan kredit di PT. Bank Rakyat Indonesia cabang Manokwari adalah sebagai berikut:
Bahwa dalam Pasal 1235 KUHPerdata disebutkan bahwa”Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub
kewajiban debitur untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan. Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap perjanjian-perjanjian tertentu yang akibatnya mengenai hal-hal ini akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan”.
Dalam Pasal ini menerangkan bahwa tentang perjanjian yang bersifat konsesual (yang lahir pada saat tercapainya kesepakatan) yang objeknya adalah barang, dimana sejak saat tercapainya kesepakatan tersebut, orang yang seharusnya menyerahkan barang jaminan itu berharap agar barang tersebut dapat dijaga dan dirawat oleh pihak Kreditur seperti barangnya sendiri, sekalipun sudah terjadi wanprestasi terhadap Debitur. Namun kewajiban yang harus dilakukan oleh Debitur tetap dijalankan untuk memenuhi prestasinya. Kadang Debitur beranggapan bahwa barang jaminan yang sudah diserahkan kepada pihak Kreditur merupakan suatu bentuk cara pelunasan utang, apabila Debitur wanprestasi maka barang gadaian atau jaminan tersebut merupakan alat pembayaran utang Debitur. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam Undang-undang Perbankan.
Sementara dalam Pasal 1244 KUHPerdata menyebutkan bahwa “ Jika ada alasan untuk itu, Debitur harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang dapat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itupun etikad buruk tidaklah ada pada pihaknya”.
Hal ini mengenai pembayaran ganti kerugian, juga terkait dengan masalah beban pembuktian, yaitu apabila terjadi wanprestasi, Debitur dihukum membayar ganti rugi jika ia tidak dapat membuktikan bahwa terjadinya wanprestasi itu disebabkan oleh keadaan yang tidak terduga atau diluar kemampuan Debitur.
Bahwa pihak bank seharusnya menjadi motivator yang baik dalam melakukan pendampingan kegiatan usaha Debitur guna menghindari terjadinya wanprestasi dan berakibat Kerugian yang dialami oleh pihak Kreditur.
B. Akibat Hukum yang terjadi atas pelanggaran ketentuan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
1. Upaya Penyelesaian Permasalahan Kredit Macet Terhadap Debitor Dengan Jaminan Hak Tanggungan.
Dalam hal mengatasi permasalahan kredit macet yang dialami oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari, peneliti melakukan hasil wawancarai di mana berdasarkan dalam 3 tahun terakhir terjadi kasus permasalahan kredit macet ada 7 kasus yang diselesaikan langsung oleh pihak bank dalam hal ini sebagai kreditor.
Berdasarkan hasil wawancara Peneliti pada tanggal 5 Oktober 2021 dengan pimpinan Kantor BRI Cabang Manokwari menyatakan bahwa upaya-upaya penyelesaian yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu:
1. Bank Rakyat Indonesia akan mengingatkan debitor baik secara lisan dengan mengunjungi debitor maupun menggunakan alat komunikasi yang lainnya mengenai keterlambatannya dalam pembayaran pinjaman pokok dan bunga yang dilakukan debitor.
2. Dengan penagihan secara rutin ke tempat tinggal debitor dengan mengisi model 152, daftar kunjungan kredit macet nasabah dan mengingatkan tentang kewajiban hutangnya dan meminta janji pembayarannya.
3. Meminta debitor untuk membuat surat pernyataan tentang waktu pembayaran hutang debitor.
4. Dengan melakukan pembinaan dan memberikan model 61 sehingga dapat memberikan pengertian kepada debitor untuk segera membayar hutang kreditnya.
5. Apabila pinjaman kredit mengalami keterlambatan untuk pinjaman dengan nominal tertentu maka akan dikenakan denda 50% X suku bunga X tunggakan pokok dan bunga setiap bulan keterlambatannya sesuai kesepakatan dalam perjanjian.
6. Apabila debitor tidak mampu membayar pokok pinjaman nya maka diusahakan dapat membayar bunga pinjamannya agar kolektabilitas pinjaman nya tidak berubah.
7. Bank Rakyat Indonesia membentuk tim khusus untuk menanggulangi tunggakan maupun kredit macet tersebut dengan mendata ulang debitor bermasalah dan melakukan kunjungan dan penagihan serta memberi penjelasan mengenai akibat hukum dan upaya hukum yang terjadi apabila debitor tidak menyelesaikan kewajibannya tersebut.
8. Apabila debitor tidak mengindahkan pemberitahuan tersebut, Bank Rakyat Indonesia memberikan surat peringatan pertama dan kedua kepada debitor untuk melunasi segala kewajibannya (somasi).
9. Apabila sampai surat peringatan kedua, ketiga dan ke empat kalinya, debitor tidak melaksanakan kewajibannya kepada Bank maka permasalahan tersebut akan ditempuh melalui jalur hukum, yaitu dengan menyerahkan berkas kepada Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang Negara (KPKLN) untuk menyita dan melelang jaminan tersebut.
Dalam mengatasi kredit yang sudah macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari, melakukan upaya untuk menyelamatkan kredit dan menghindari dari kerugian yaitu dengan melelang aset atau agunan yang telah dijaminkan debitor kepada Bank.
Dimana lembaga lelang yang mempunyai kewenangan sebagai perantara untuk melakukan penyitaan dan pelelangan jaminan yaitu Kantor Pelayanan Kekayaan dan lembaga lelang Negara atau yang disebut dengan KPKLN.
Semua pinjaman kredit yang dilakukan di Bank Rakyat Indonesia yang mengalami kemacetan dan tidak ada itikad baik dari debitor untuk menyelesaikannya, agunannya dapat di lelang sesuai dengan usulan Pimpinan Cabang Bank Rakyat Indonesia Manokwari kepada KPKLN atau lembaga lelang swasta lainnya sehingga tidak ada batasan jumlah tertentu yang dapat di lelang oleh Bank Rakyat Indonesia, hanya prosedur dan mekanisme pelelangannya yang berbeda, dimana untuk pinjaman diatas 50 juta dilakukan oleh Lembaga lelang swasta atau KPKLN sedangkan untuk pinjaman 15 sampai 50 Juta pelelangan oleh KPKLN dapat dilakukan bilamana Jaminan yang diikat dengan SKMHT (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan) dinaikan menjadi APHT (Akta Pembebanan Hak Tanggungan) dan diterbitkan Sertfikat Hak Tanggungannya, sedangkan untuk pinjaman dibawah 15 Juta pelelangan didahului oleh somasi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri setempat yang diakhiri dengan pelelangan jaminan tersebut. Akan tetapi untuk pelelangan jaminan dibawah 50 juta tersebut jarang dilakukan dan lebih mengedepankan penyelesaian secara kekeluargaan dikarenakan biaya penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri yang
relatif mahal sehingga tidak berimbang dengan jumlah pertanggungan pokok dan bunga pinjman kredit debitor.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Pihak kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Sorong, Kepala Seksi Pelayanan Lelang menyatakan bahwa sebelum melakukan pelelangan KPKLN selaku perantara yang ditunjuk untuk melakukan lelang memanggil debitor yang macet untuk datang kekantor KPKNL untuk dilakukan upaya penyelesaian kredit dan memberikan pengertian serta gambaran mengenai eksekusi yang akan dilakukan, pemanggilan dilakukan sebanyak 3 kali berturut-turut, namun begitu biaya yang dikenakan kepada jaminan yang dilelang adalah 2,5% dari pokok dan bunga pinjaman sehingga dirasa sangat mahal dan tidak efisien karena dianggap terlalu lama untuk melakukan eksekusi jaminan, oleh sebab itu pelelangan biasanya diserahkan kepada lembaga lelang swasta yang prosesnya lebih cepat serta biaya yang relatif lebih murah.
Proses pelelangan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNL) dengan pelelangan terbuka, seperti lelang online, Media massa,secara umum di kantor BRI Cabang Manokwari dengan menggunakan X banner, untuk mendapatkan barang jaminan tersebut, sehingga proses pelelangan dapat berlangsung secara jujur, terbuka dan tanpa rekayasa selain itu pihak kreditor akan mendapatkan harga terbaik dari penawaran tersebut untuk
menghindarkan dari rendahnya harga penawaran terhadap barang jaminan tersebut.
Apabila objek jaminan tidak terdapat penawaran atau batalnya pemenang lelang untuk membayar sejumlah uang penawaran, maka jaminan tersebut akan diikutkan dalam lelang kedua dari KPKNL yang akan dilakukan dalam waktu yang akan ditentukan kemudian yang sebelumnya dibuatkan pengumuman sita jaminan dan lelang yang dipublikasikan kepada masyarakat umum dan apabila didalam lelang kedua jaminan tersebut tidak terdapat peminatnya juga akan dilakukan lelang ketiga dan seterusnya, dimungkinkan jaminan dijual kepada pihak umum baik melalui debitor, Bank Rakyat Indonesia maupun melalui pihak ketiga sehingga diperoleh jalan tengah yang paling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Selain untuk menghindari biaya yang besar penjualan jaminan debitor diluar lelang juga bertujuan untuk menaikkan harga barang jaminan, sehingga menghindarkan dari kerugian debitor. Akan tetapi dari pihak Bank Rakyat Indonesia selaku kreditor mengupayakan pelunasan hutangnya tanpa harus melalui proses pelelangan, selain karena prosesnya yang lama pelelangan jaminan juga akan membuat citra buruk nama debitor maka diupayakan penjualan barang berharga lain dari debitor untuk membayar kewajibannya kepada Bank atau meminta kerabat debitor untuk membeli jaminan tersebut supaya suatu saat nanti dapat dibeli kembali oleh debitor.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyelesaian kredit macet dapat dilakukan oleh kedua belah pihak saja antara debitor dan kreditor untuk mendapatkan jalan tengah dalam penyelesaian perjanjian pinjaman kredit, akan tetapi penyelesaian kredit macet tersebut dapat juga melibatkan berbagai kalangan yang diantaranya KPKNL sebagai perantara dalam penjualan yang dilakukan oleh kreditur atau pihak bank.
Sebaliknya, dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya, setiap kreditur dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh keputusan pengadilan. Peradilan yang dapat menangani kredit bermasalah yaitu peradilan umum melalui gugatan perdata dan peradilan niaga melalui gugatan kepailitan. Apabila sudah ditetapkan keputusan pengadilan yang kemudian mempunyai kekuatan hukum untuk dilaksanakan atas dasar perintah dan dengan pimpinan ketua pengadilan negeri yang memeriksa gugatannya pada tingkat pertama, menurut ketentuan-ketentuan HIR Pasal 195 dan selanjutnya. Atas perintah ketua pengadilan tersebut dilakukanlah penyitaan harta kekayaan debitur, untuk kemudian dilelang dengan perantara kantor lelang.
Upaya yang ditempuh dalam hal ini adalah dengan mengajukan ke Pengadilan Negeri atas dasar wanprestasi. Hanya saja proses penyelesaian perkara perdata di pengadilan negeri sampai adanya putusan pengadilan yang tetap dan pasti (in kraht van gewisjde).
Penyelesaian permasalahan kredit macet pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari, yang diajukan ke Pengadilan Negeri Manokwari melalui gugatan perdata yang disebut dengan Gugatan Sederhana contoh kasus terlampir, dan studi kasus yang penulis teliti di analisa sebagai berikut:
Pada dasarnya kedudukan para kreditor adalah sama dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi budel pailit sesuai besarnya tagihan mereka masing-masing. Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan harus mampu untuk memberikan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak yaitu pemberi kredit sebagai Kreditor dan penerima kredit sebagai Debitor. Perlindungan hukum tersebut didapatkan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat serta mampu memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Dalam praktek perbankan untuk lebih mengamankan dana yang disalurkan Kreditor kepada Debitor diperlukan tambahan pengamanan berupa jaminan.7 Jaminan merupakan sesuatu yang diberikan kepada Kreditor untuk memberi keyakinan kepada Kreditor bahwa Xxxxxxx akan memenuhi kewajibannya yang timbul dari suatu perikatan. Jadi, jaminan memberikan manfaat bagi para Kreditor untuk menghindari terjadinya kerugian yang ditimbulkan oleh Debitor yang melakukan wanprestasi. Oleh karena itu saat ini dimana jaman semakin maju dan masalahnya semakin kompleks maka fungsi lembaga jaminan semakin berperan dari
salah satu pihak yang melakukan perjanjian tidak ada yang mengalami resiko atau kerugian yang akan timbul sebagai akibat tidak terlaksananya perjanjian tersebut.
Jaminan dibagi menjadi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi lebih lanjut menjadi jaminan kebendaan dan perorangan. Selanjutnya jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan jaminan benda tetap. Jaminan benda bergerak dibagi menjadi gadai dan fidusia, sedangkan jaminan benda tetap dibagi menjadi hak tanggungan atas tanah, fidusia dan hak tanggungan bukan atas tanah. Jadi, jaminan merupakan satu sistem yang mencakup hak atas tanah.44
Undang-undang Kepailitan mengakui kreditor dengan jaminan hak kebendaan sebagai kreditor, yaitu dalam pasal 55 ayat (1) undang- undang kepailitan dinyatakan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 56, pasal 57, pasal 58 undang- undang kepailitan. Ketentuan mengenai kreditor dalam undang-undang kepailitan merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari asas eksekutorial dalam:
a. Pasal 6 undang-undang no.4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
44 Hatta Xxxxxxx Xxxxx,2017, Hukum Tanah nasional, Makalah persiapan menghadapi ujian PPAT, Universitas Narotama Surabaya, hlm; 17.
b. Pasal 27 undang-undang no.4 tahun 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia
c. Pasal 1133 dan pasal 1150 KUHPerdata merupakan hukum pokok di bidang keperdataan sehingga undang-undang lain yang mengadopsi ketentuan dalam KUHPerdata dilarang untuk mengatur hal yang serupa dengan ketentuan yang bertentangan.
d. Jaminan khusus yang paling sering digunakan adalah jaminan kebendaan berupa tanah. Penggunaan tanah sebagai jaminan kredit didasarkan pada pertimbangan bahwa tanah paling aman dan mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi. Lembaga jaminan yang oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan hak tanggungan. Hal ini didasarkan pada kemudahan dalam identifikasi obyek hak tanggungan, jelas dan pasti eksekusinya serta mendahulukan pembayaran dari hasil pelelangan tanah kepada kreditornya.
Adapun upaya-upaya penyelesaian kredit macet dengan jalan non litigasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: upaya preventif dengan melakukan pendekatan secara kekeluargaan anatara Kreditur dengan Debitur.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bentuk perlindungan hukum bagi Kreditor perbankan terhadap upaya perlawanan lelang eksekusi hak tanggungan oleh Debitor pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari adalah Kreditor tetap memiliki hak kebendaan atas tanah atau bangunan yang dijadikan jaminan sesuai dengan Surat Perjanjian Kredit melalui Notaris maupun Perjanjian Kredit oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari, sehingga Kreditor memiliki kuasa penuh untuk melakukan eksekusi jaminan untuk mendapat pelunasan utang Debitor apabila Xxxxxxx tetap beritikad tidak baik. Hal tersebut merupakan salah satu kekuatan hak tanggungan yang bersifat Droid De Suite.
2. Upaya penyelesaian permasalahan kredit macet terhadap Debitor dengan jaminan hak tanggungan pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Manokwari adalah Kreditor melakukan eksekusi jaminan terhadap jaminan hak tanggungan Debitor. Bentuk perjanjian kredit merupakan hal penting dalam Perlindungan hukum bagi kreditor, karena selain surat perjanjian, perlu adanya Berita Acara Pelaksanaan pembacaan
Perjanjian Kredit antara kreditor dan debitor pada saat pengajuan kredit telah disetujui.
B. Saran
1. Apabila Debitor terjadi wanprestasi maka, peran Bank BRI cabang Manokwari sebagai Kreditur seharusnya memberikan pendampingan secara continue terhadap pihak Debitur dalam menjalankan usahanya antara lain pendampingan pembukuan dalam menghitung rugi laba atau pelatihan ketrampilan dalam mengelola usaha tersebut, demi menghindari terjadi macetnya usaha yang dijalankan oleh Debitur tersebut.
2. Diharapkan agar baik pemerintah daerah maupun pihak Bank atau Lembaga Finance berperan aktif dalam memberikan penyuluhan hukum bagi masayarakat luas agar dapat mengetahui hak dan kewajibanya masing-masing apabila berurusan dengan pinjam-meminjam uang di bank.
DAFTAR PUSTAKA
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxx X. Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Cet.1 Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
Bahsan, M. 2007, Hukum Jaminan dan Kredit Perbankan Indonesia Cet. 1. Ed. 1. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007.
Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx. “Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bagi Pegawai.” PATRIOT 1, no. 1 (2008): 46–55.
xxxxx://xxxxxxx.xxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xxxxxxx/xxxxxxx/xxxx
/41/46.
Xxxxx, Xxxxxxxx. Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah.
Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010.
Isnaini, Hatta. Hukum Tanah Nasional, Makalah Persiapan Menghadapi Ujian PPAT. Surabaya: Universitas Narotama, 2017.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: PT Cipta Xxxxxx Xxxxx, 2000.
Xxxxx, Xxxxx. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Jaminan Fidusia dan Hak Tanggungan. Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2008.
Xxxxxxx, Xxxxxx. Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009.
Xxxxx, X.X. Perkembangan Hukum jaminan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005.
Xxxxxxxx, Xxxxxx. Pengantar hukum bisnis, Jakarta: Citra Press, 2011 Sasea, Eni Xxxxxx. Jurnal Hukum “Amana Gappa”, Vol 28 No. 2
Makasar: Universitas Hasanuddin, 2020.
Setiawan, R. 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta, 1987.
Xxxxxxx, XxxxxxXxxxxxx. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2006.
Subekti. Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 1987.
Xxxxxxxxx. Hukum Perjanjian, Teori dan Analisis. Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
Xxxxxxxxx, Xxxxx. Perbankan dan Masalah Kredit. Jakarta: Rineka Cipta, Rangkuman Yurisprudensi MARI, 2009.
Xxxxxxxxx, Xxxxx. Perjanjian Utang-Piutang, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.
Peraturan Perundang-Undangan
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah.
c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia